BENAR kata Presiden Jokowi, “…perbedaan pilihan itu wajar… enggak perlu diributkan”. Ucapan itu disampaikannya saat memberikan sambutan pada Jambore Nasional Dai Desa Madani Parmusi belum lama ini (Kompas.id, 26/9/2023).
Lanjutannya: “Menang dan kalah dalam pemilu, dalam pilpres, pilkada itu juga wajar, biasa.”
Suasana politik sejak beberapa minggu terakhir memang terasa semakin menghangat. Berita bohong, hoaks, cemoohan, penghinaan, dan sebagainya mulai muncul satu demi satu.
Gambar atau video politik tiba-tiba muncul di grup WA, padahal sudah diingatkan bahwa unggahan anggota tidak boleh terkait dengan suku, ras, agama dan politik.
Ucapan Presiden itu memang diperlukan agar masyarakat tidak terpengaruh oleh “pertempuran udara” antarkubu yang semakin seru. Panasnya suasana Pilpres 2019 yang lalu seperti akan terulang.
Harapan Jokowi agar dalam masyarakat tidak terjadi pembelahan dan perpecahan agaknya sulit terwujud tanpa upaya-upaya serius dari berbagai komponen bangsa untuk bersama-sama mencegahnya.
Pemilu beberapa kali terakhir seharusnya menyadarkan kita pelibatan emosi yang berlebihan terhadap calon yang dipilih terbukti tidak ada manfaatnya.
Pemilu memang arena untuk mengunggulkan calon sendiri dan menjatuhkan calon lain, namun kontestasi berlebihan terbukti tidak ada baiknya.
Apalagi jika perbedaan pilihan itu menyebabkan perasaan ketidaksukaan, bahkan kebencian, maka yang ada adalah kerugian.
Tidakkah ironis jika para pendukung capres/cawapres masih tetap bermusuhan, sementara yang didukung sudah ngopi-ngopi dengan akrab setelah pemilu usai?
Nasihat Jokowi kiranya patut dicamkan, bahwa kalah menang dalam pemilu adalah biasa, sebagai hasil dari proses demokrasi yang kita rancang sendiri. Jangan menjadikannya alasan untuk berkonflik.
Akan lebih baik jika masyarakat memperkuat toleransi dan tenggang rasa satu terhadap yang lain agar kerukunan bangsa tetap terjaga, sebagai syarat yang diperlukan untuk menjadi bangsa yang bersatu dan maju.
Agar pemilu tidak menjadi ajang untuk saling mencemooh seperti yang sudah-sudah, maka desain kampanye kiranya perlu diatur. Dana kampanye perlu dibatasi agar para calon berada pada posisi sama. Jangan menjadikan uang sebagai penentu hasil pemilu.
Jumlah dan jenis alat peraga kampanye juga perlu dibatasi, demikian pula tempat-tempat pemasangannya.
Penggunaan ruang publik untuk kampanye di dalam dan di luar gedung juga perlu diatur, agar tidak terjadi kekacauan. Bahkan jumlah tim sukses yang mengiringi kandidat ketika mendatangi kerumunan orang bila perlu juga dibatasi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.