Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herry Darwanto
Pemerhati Sosial

Pemerhati masalah sosial. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil sejak 1986 hingga 2016.

Menyambut Pemilu Berkualitas

Kompas.com - 29/09/2023, 13:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BENAR kata Presiden Jokowi, “…perbedaan pilihan itu wajar… enggak perlu diributkan”. Ucapan itu disampaikannya saat memberikan sambutan pada Jambore Nasional Dai Desa Madani Parmusi belum lama ini (Kompas.id, 26/9/2023).

Lanjutannya: “Menang dan kalah dalam pemilu, dalam pilpres, pilkada itu juga wajar, biasa.”

Suasana politik sejak beberapa minggu terakhir memang terasa semakin menghangat. Berita bohong, hoaks, cemoohan, penghinaan, dan sebagainya mulai muncul satu demi satu.

Gambar atau video politik tiba-tiba muncul di grup WA, padahal sudah diingatkan bahwa unggahan anggota tidak boleh terkait dengan suku, ras, agama dan politik.

Ucapan Presiden itu memang diperlukan agar masyarakat tidak terpengaruh oleh “pertempuran udara” antarkubu yang semakin seru. Panasnya suasana Pilpres 2019 yang lalu seperti akan terulang.

Menang kalah biasa

Harapan Jokowi agar dalam masyarakat tidak terjadi pembelahan dan perpecahan agaknya sulit terwujud tanpa upaya-upaya serius dari berbagai komponen bangsa untuk bersama-sama mencegahnya.

Pemilu beberapa kali terakhir seharusnya menyadarkan kita pelibatan emosi yang berlebihan terhadap calon yang dipilih terbukti tidak ada manfaatnya.

Pemilu memang arena untuk mengunggulkan calon sendiri dan menjatuhkan calon lain, namun kontestasi berlebihan terbukti tidak ada baiknya.

Apalagi jika perbedaan pilihan itu menyebabkan perasaan ketidaksukaan, bahkan kebencian, maka yang ada adalah kerugian.

Tidakkah ironis jika para pendukung capres/cawapres masih tetap bermusuhan, sementara yang didukung sudah ngopi-ngopi dengan akrab setelah pemilu usai?

Nasihat Jokowi kiranya patut dicamkan, bahwa kalah menang dalam pemilu adalah biasa, sebagai hasil dari proses demokrasi yang kita rancang sendiri. Jangan menjadikannya alasan untuk berkonflik.

Akan lebih baik jika masyarakat memperkuat toleransi dan tenggang rasa satu terhadap yang lain agar kerukunan bangsa tetap terjaga, sebagai syarat yang diperlukan untuk menjadi bangsa yang bersatu dan maju.

Mengatur Kampanye

Agar pemilu tidak menjadi ajang untuk saling mencemooh seperti yang sudah-sudah, maka desain kampanye kiranya perlu diatur. Dana kampanye perlu dibatasi agar para calon berada pada posisi sama. Jangan menjadikan uang sebagai penentu hasil pemilu.

Jumlah dan jenis alat peraga kampanye juga perlu dibatasi, demikian pula tempat-tempat pemasangannya.

Penggunaan ruang publik untuk kampanye di dalam dan di luar gedung juga perlu diatur, agar tidak terjadi kekacauan. Bahkan jumlah tim sukses yang mengiringi kandidat ketika mendatangi kerumunan orang bila perlu juga dibatasi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

MK Akan Tentukan Lagi Status Anwar Usman dalam Penanganan Sengketa Pileg

Nasional
Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Sidang Putusan Praperadilan Panji Gumilang Digelar Hari Ini

Nasional
Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Mati Suri Calon Nonpartai di Pilkada: Jadwal Tak Bersahabat, Syaratnya Rumit Pula

Nasional
Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Anak SYL Minta Uang Rp 111 Juta ke Pejabat Kementan untuk Bayar Aksesori Mobil

Nasional
PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

PKB Mulai Uji Kelayakan dan Kepatutan Bakal Calon Kepala Daerah

Nasional
SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

SYL Mengaku Tak Pernah Dengar Kementan Bayar untuk Dapat Opini WTP BPK

Nasional
Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Draf RUU Penyiaran: Lembaga Penyiaran Berlangganan Punya 6 Kewajiban

Nasional
Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Draf RUU Penyiaran Wajibkan Penyelenggara Siaran Asing Buat Perseroan

Nasional
Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Draf RUU Penyiaran Atur Penggabungan RRI dan TVRI

Nasional
[POPULER NASIONAL] 'Curhat' Agus Rahardjo saat Pimpin KPK | Banjir Bandang di Sumbar Tewaskan Lebih dari 40 Orang

[POPULER NASIONAL] "Curhat" Agus Rahardjo saat Pimpin KPK | Banjir Bandang di Sumbar Tewaskan Lebih dari 40 Orang

Nasional
Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 16 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Pedangdut Nayunda Nabila Irit Bicara Usai Diperiksa Jadi Saksi TPPU SYL

Nasional
KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

KSP Ungkap 9 Nama Pansel Capim KPK Harus Sudah di Meja Setneg Akhir Mei, Juni Bekerja

Nasional
Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Uang Kuliah Mahal, Pengamat: Kebijakan Pemerintah Bikin Kampus Jadi Lahan Bisnis

Nasional
Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Pansel Capim KPK Didominasi Unsur Pemerintah, KSP Beralasan Kejar Waktu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com