Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andang Subaharianto
Dosen

Antropolog, dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, Rektor UNTAG Banyuwangi, Sekjen PERTINASIA (Perkumpulan Perguruan Tinggi Nasionalis Indonesia)

Politik Keselarasan Gaya Jokowi

Kompas.com - 31/08/2023, 07:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA dua peristiwa menarik di Pekalongan, Jawa Tengah, pada Selasa lalu (29/08/2023).

Pertama, Presiden Joko Widodo (Jokowi) “blusukan” di pasar tradisional Grogolan, Kelurahan Landungsari, Pekalongan dengan mengajak Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Jokowi juga membagikan kaus, sembako dan uang tunai (Kompas.com, 29/08/2023).

Kedua, saat Presiden Jokowi membuka World Sufi Assembly (WSA) atau Muktamar Sufi Internasional di Gedung Sahid International Convention Center (SICC), Kota Pekalongan. Saya kutip langsung laporan Kompas.com (29/08/2023).

Usai Jokowi memukul gong sebagai tanda acara telah dibuka, presiden pun langsung turun dari panggung sambil menggandeng Habib Luthfi Ali bin Yahya. Di belakangnya, tampak Prabowo dan Ganjar bergandengan tangan mesra yang juga hendak turun dari panggung. Sontak momen itu pun mendapat tepuk tangan meriah dari para peserta Muktamar Sufi Internasional. Kedua bakal calon presiden (bacapres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 itu baru saling melepas gandengan tangan saat sudah dekat dengan tempat duduknya masing-masing.”

Kita tahu bahwa Prabowo dan Ganjar sedang adu strategi untuk menggantikan Jokowi sebagai presiden RI pada Pilpres 2024. Kedua bakal calon presiden (bacapres) itu juga sudah dideklarasikan oleh partai politik (parpol) atau koalisi parpol bakal pengusungnya.

Prabowo dijagokan oleh koalisi Partai Gerindra, PKB, PBB, PAN, dan Partai Golkar. Semuanya merupakan parpol koalisi pemerintahan Jokowi.

Ganjar dijagokan oleh PDIP, parpol pengusung Jokowi pada dua kali pemilihan wali kota Solo, pemilihan gubernur DKI, dan dua kali pilres. Ganjar juga didukung parpol pendukung pemerintahan Jokowi, di antaranya PPP, Perindo, Partai Hanura.

Memang belum resmi. Pendaftaran pasangan bakal capres-cawapres akan dibuka oleh KPU pada 19 Oktober 2023-25 November 2023.

Ibarat perkawinan, baru pacaran. Belum ada akad nikah, belum ada janur melengkung. Berbagai kemungkinan bisa terjadi.

Lalu, apa makna dua peristiwa di Pekalongan itu?

Kekuasaan Jawa

Di buku yang sudah tergolong klasik, yang berjudul Refleksi Paham Kekuasaan Jawa dalam Indonesia Modern (1986), Fachry Ali melihat prinsip keselarasan (harmoni) yang menjadi inti hidup Jawa dengan sendirinya melahirkan gejala pemusatan kekuasaan.

Kekuasaan yang terbagi-bagi atau terpencar-pencar akan menyebabkan timbulnya ketidakteraturan dan mengundang berbagai konflik.

Menurut Fachry Ali, Orde Baru yang dikomandani Presiden Soeharto merupakan representasi paham kekuasaan Jawa. Soeharto tidak suka kekuasaan yang terpencar-pencar. Ia menyerapnya secara lahir (kelembagaan) dan batin (ideologi).

Restrukturisasi kelembagaan politik dan pengasastunggalan ideologi kepartaian dilakukan. Lawan politik, “liyan” (the others) dibungkam dan disingkirkan dari panggung politik resmi.

Tak boleh ada suara lain di masyarakat. Surat kabar, majalah, media massa yang bersuara lain diberedel. Benar, tak ada suara sumbang. Namun, menurut saya, yang terjadi bukan “keselarasan”, melainkan “keseragaman”.

Gaya Jokowi berbeda. Di mata saya, gaya Jokowi mengelola kekuasaan sejatinya juga berdasarkan prinsip keselarasan yang menjadi inti hidup Jawa.

Ia juga tampak tidak suka dengan kekuasaan yang terpencar-pencar, yang mengundang kegaduhan, rentan konflik.

Bila Soeharto berorientasi pada “keseragaman”, Jokowi pada “kerukunan”. Keseragaman menolak aneka warna (monolitik). Kerukunan mengizinkan aneka warna (pluralisme politik).

Bila Soeharto menyerap kekuasaan dengan cara “mendepak” lawan, Jokowi justru dengan “mengajak”.

Bila Soeharto mengupayakan keselarasan dengan cara “memukul”, Jokowi justru “merangkul”.

Kerukunan yang menjadi orientasi Jokowi dipahami sebagai keadaan tenang dan tenteram, karena aneka warna masyarakat bersatu untuk saling membantu, “gotong-royong”.

Aneka warna masyarakat Indonesia adalah keniscayaan, sehingga manifestasi prinsip keselarasan bukan “keseragaman”, melainkan “kerukunan”.

Kita masih ingat betul pasca-Pilpres 2019 di gerbong Mass Rapid Transit (MRT), 13 Juli 2019. Warga di akar rumput masih belum beranjak dari residu pilpres yang saling serang, saling hujat, saling ancam, terutama di media sosial, Jokowi sudah memeluk erat Prabowo Subianto yang menjadi lawan politiknya.

Ujungnya Prabowo dan Partai Gerindra bergabung dalam pemerintahan Jokowi. Tak masuk akal, aneh, tapi nyata. Dan, parpol koalisi pengusung Jokowi tak bisa menolak.

Coba kita lihat Pilpres 2014. Jokowi hanya disokong koalisi PDIP, PKB, Partai NasDem, Partai Hanura, dan PKPI. Namun, paham politik keselarasan Jokowi dengan gaya “mengajak dan merangkul” membuat PAN, PPP, dan Partai Golkar bertekuk lutut. Ketiga parpol lalu bergabung dengan pemerintahan Jokowi.

Koalisi Jokowi makin besar dan menguasai 69,2 persen kursi DPR. Padahal, saat awal dilantik sebagai presiden, Jokowi hanya didukung 37 persen kursi DPR.

Langgam politik Jokowi yang menyerap lawan tanpa kegaduhan pada akhirnya berhasil membangun koalisi gemuk pada Pilpres 2019. Koalisi Jokowi didukung sepuluh parpol, yakni PDIP, Partai Golkar, Partai NasDem, PKB, PPP, Partai Hanura, PSI, Perindo, PKPI, dan PBB.

Jokowi mengalahkan Prabowo untuk kedua kali pada Pilpres 2019. Namun, politik keselarasan gaya Jokowi berhasil menarik Partai Gerindra dan PAN yang semula lawan ke dalam gerbong pemerintahannya. Tinggal dua parpol di luar pemerintahan, Partai Demokrat dan PKS.

Pusat pusaran

Hasil survei Litbang Kompas pada awal Agustus 2023, menunjukkan angka kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi relatif tinggi, yakni 74,3 persen (Kompas, 21/08/2023).

Hasil survei tersebut juga menunjukkan suara pendukung Jokowi pada Pemilu 2019 cenderung mengalir ke Ganjar. Ia masih mendapatkan aliran suara terbesar dari pemilih Jokowi, yakni 63,6 persen. Angka itu bila Ganjar hanya berhadapan dengan Prabowo.

Namun, suara pemilih Jokowi yang mengalir ke Prabowo juga semakin besar. Ada 36,4 persen pemilih Jokowi yang memilih Prabowo. Naik dibandingkan Januari 2023 yang hanya 27,7 persen, dan 33,9 persen pada Mei 2023.

Yang juga menarik disimak, survei Kompas juga menunjukkan, faktor melanjutkan program pemerintahan Jokowi akan meningkatkan elektoral para bacapres.

Siapa pun sosok calon presiden yang bersaing dalam pemilu kali ini, ia akan lebih banyak mendapat insentif elektoral jika keberlanjutan program kerja kabinet pemerintahan Jokowi menjadi pilihan program kerjanya (Kompas.com, 23/08/2023).

Singkat kata, apapun parpolnya, siapapun capresnya, berdasarkan hasil survei Litbang Kompas, Jokowi lah pusat pusarannya.

Prabowo dan Ganjar tak akan menjauh dari pusat pusaran. Mereka akan berebut tuah Jokowi, berebut klaim sebagai “ahli waris” Jokowi. Sah-sah saja.

Namun, harus diingat, Jokowi berpaham politik keselarasan yang berorientasi kerukunan. Dua peristiwa di Pekalongan Selasa lalu, merepresentasikan paham politik Presiden Jokowi.

Saat pengukuhan DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) di Lapangan Benteng, Kota Medan, Jokowi mengatakan bahwa pihak yang menang harus merangkul pihak yang kalah setelah kompetisi pilpres berakhir (Kompas.com, 19/08/2023).

Jokowi bukan omong kosong. Ia telah membuktikan, memberikan teladan. Jokowi telah mewariskan sekaligus mengajarkan politik keselarasan dengan “mengajak dan merangkul”, bukan “mendepak dan memukul”. Demi kerukunan.

Dengan kerukunan lah keadaan “tata tentrem kerta raharja” (tertib, tenteram, makmur dan bahagia) dapat dijuwudkan. Merdeka!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

Nasional
Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Nasional
Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Nasional
Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Nasional
DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

Nasional
Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Nasional
Sadar Diri, PDI-P Cuma Incar Kursi Cawagub di Pilkada Jabar

Sadar Diri, PDI-P Cuma Incar Kursi Cawagub di Pilkada Jabar

Nasional
Tersandung Kasus Pemalsuan Surat, Pj Wali Kota Tanjungpinang Diganti

Tersandung Kasus Pemalsuan Surat, Pj Wali Kota Tanjungpinang Diganti

Nasional
Nasdem dan PKB Diprediksi Dapat 2 Jatah Kursi Menteri dari Prabowo

Nasdem dan PKB Diprediksi Dapat 2 Jatah Kursi Menteri dari Prabowo

Nasional
Hari ke-2 Rakernas PDI-P, Jokowi Masih di Yogyakarta, Gowes Bareng Jan Ethes...

Hari ke-2 Rakernas PDI-P, Jokowi Masih di Yogyakarta, Gowes Bareng Jan Ethes...

Nasional
Refleksi 26 Tahun Reformasi: Perbaiki Penegakan Hukum dan Pendidikan Terjangkau

Refleksi 26 Tahun Reformasi: Perbaiki Penegakan Hukum dan Pendidikan Terjangkau

Nasional
Diajak Jokowi Keliling Malioboro, Jan Ethes Bagi-bagi Kaus ke Warga

Diajak Jokowi Keliling Malioboro, Jan Ethes Bagi-bagi Kaus ke Warga

Nasional
Gerindra Minta soal Jatah Menteri Partai yang Baru Gabung Prabowo Jangan Jadi Polemik

Gerindra Minta soal Jatah Menteri Partai yang Baru Gabung Prabowo Jangan Jadi Polemik

Nasional
Gerindra: Nasdem Sama dengan Partai Koalisi yang Lebih Dulu Gabung, Hormati Hak Prerogatif Prabowo

Gerindra: Nasdem Sama dengan Partai Koalisi yang Lebih Dulu Gabung, Hormati Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Pengamat: Sangat Mungkin Partai yang Tak Berkeringat Dukung Prabowo-Gibran Dapat Jatah Menteri

Pengamat: Sangat Mungkin Partai yang Tak Berkeringat Dukung Prabowo-Gibran Dapat Jatah Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com