JAKARTA, KOMPAS.com - Praka RM berpura-pura menjadi polisi gadungan ketika mengamankan Imam Masykur (25), warga sipil asal Aceh. Nahas, dalam upaya penangkapan itu, Imam justru disiksa RM hingga meninggal dunia.
Keterangan itu terungkap setelah RM yang tak lain merupakan anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) tersebut, digali keterangannya oleh Polisi Militer Kodam Jaya. RM tak diamankan sendiri, melainkan beserta kedua rekannya yang juga sesama anggota TNI.
Namun, inisial rekan RM beserta asal kesatuannya tak diungkap.
Komandan Polisi Militer Kodam Jaya Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar mengungkapkan, tujuan RM menganiaya Imam adalah unutk memeras dan meminta uang.
Saat menjalankan aksinya, RM berperan menjadi polisi gadungan dan seolah-olah menangkap Imam atas tuduhan kejahatan pengedaran obat-obatan ilegal.
"Pelaku berpura-pura sebagai aparat kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap korban karena korban diduga pedagang obat-obat ilegal (seperti) Tramadol dan lain-lain," ujar Irsyad kepada Kompas.com, Senin (28/8/2023).
"Setelah (korban) ditangkap, dibawa dan diperas sejumlah uang," sambung dia.
Kini, Pomdam Jaya telah menetapkan ketiga oknum prajurit TNI itu sebagai tersangka. Irsyad pun memastikan bahwa mereka akan diproses hukum.
"Sanksi hukum pidana dan militer sampai dengan pemecatan," katanya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda Julius Widjojono menuturkan, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono meminta agar para pelaku dihukum maksimal, dengan hukuman maksimal dihukum mati.
"Minimal hukuman seumur hidup dan pasti dipecat dari TNI karena termasuk tindak pidana berat, melakukan perencanaan pembunuhan. Itu instruksi Panglima TNI," kata Julius.
Baca juga: Motif dan Modus Oknum Paspampres Diduga Aniaya Warga Aceh hingga Tewas
Adapun kasus ini terungkap setelah video penganiayaan Imam Masykur viral di berbagai akun media sosial. Dalam unggahan yang sama, Imam disebut sempat diculik sebelum akhirnya tewas dianiaya oleh terduga pelaku Praka RM.
Disebutkan juga oknum Paspampres itu sempat meminta uang tebusan sebesar Rp50 juta.
Aksi Praka RM dan kedua rekannya menuai beragam reaksi dari komunitas pembela HAM dan lembaga bantuan hukum (LBH).
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur misalnya, menyebut aksi culik, siksa dan bunuh yang dilakukan Praka RM menambah daftar brutalitas aparat TNI.
Sebelumnya, sejumlah personel TNI menggeruduk kantor Polrestabes Medan. Selain itu, ada pula kasus pembunuhan dan mutilasi di Timika yang melibatkan enam oknum prajurit TNI.
Menurut Isnur, maraknya peristiwa ini lantaran adanya pembiaran di institusi tersebut.
"Jadi ini penting juga semakin menunjukan pentingnya reformasi peradilan militer, karena ada ketidakdisiplinan, ada hal yang perlu dievaluasi secara maksimal penegakan hukum kepada aparat militer," kata Isnur.
"Jangan sampai kemudian ini menunjukan arogansi luar biasa dan keberanian melanggar hukum karena dia menggunakan seragam, tentu Panglima TNI, Kemenhan harus fokus membina prajuritnya menjadi profesional, agar taat hukum dan taat HAM," sambung dia.
Sementara itu, Amnesty Internasional memandang, peradilan militer tidak cukup layak untuk mengadili kejahatan yang dilakukan oleh prajurit. Sebab, hukuman yang dijatuhkan dianggap tidak maksimal.
Baca juga: Fakta Oknum Paspampres Aniaya Warga hingga Tewas, Korban Diperas karena Diduga Jual Obat Ilegal
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendorong agar DPR dan Panglima TNI mengevaluasi institusi militer.
Plt Kepala Divisi Hukum Kontras Andrie Yunus mengatakan, pembenahan itu harus segera dilakukan untuk mencegah berulangnya peristiwa yang sama.
"Peristiwa ini menjadi alarm pengingat bagi DPR dan panglima TNI untuk segera kembali mengevaluasi dan melakukan pembenahan serta perbaikan pada institusi agar kasus keterlibatan TNI dalam ranah sipil tidak terulang kembali," kata Andrie.
Baca juga: Warga Aceh Diduga Dianiaya Oknum Paspampres, Koban dan Pelaku Tak Saling Kenal
Dia juga menyebut, tindakan penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh prajurit Paspammpres tidak hanya melanggar peraturan perundang-undangan.
"Namun juga merupakan tindakan yang mencederai harkat serta martabat setiap manusia," pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.