JAKARTA, KOMPAS.com - Kapal selam TNI Angkatan Laut, KRI Tjandrasa-408 tercatat sebagai salah satu kekuatan yang sukses menembus Irian Barat ketika masih dikuasai Belanda.
Dalam kampanye pembebasan Irian Barat periode 1962, KRI Tjandrasa turut terlibat di dalamnya lewat Operasi Jayawijaya.
KRI Tjandrasa mengemban tugas strategis, yakni melakukan infiltrasi dengan menyusupkan 15 prajurit Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) atau yang kini bernama Kopassus ke Teluk Tanah Merah, Irian Barat.
Sebelum operasi penyusupan dijalankan, pasukan elite itu lebih dulu menjalani pelatihan keluar dari kapal selam.
Prajurit RPKAD berlatih bagaimanya cara keluar secara efektif melalui pintu anjungan secara cepat ketika kapal selam muncul ke permukaaan.
Setelah fase latihan dirasa sudah siap, prajurit RPKAD berangkat dengan KRI Tjandrasa pada 15 Agustus 1962 dari Teluk Kupa-kupa, Halmahera, Maluku Utara.
Mereka berbekal senjata AK-47, perbekalan survival di hutan, dan tembakau khusus untuk menghilangkan gigitan nyamuk lintah.
Dalam perjalanan keberangkatan, seluruh anggota RPKAD, kecuali perwira, ditempatkan di Ruang I. Ruang ini berada di depan yang merupakan ruang torpedo.
Dikutip dari buku berjudul "Mission Accomplished" karya Atmadji Sumarkidjo, selama penyelaman, pasukan RPKAD mengisi waktu luang dengan bermain gaple.
Setelah melewati dua malam perjalanan, pasukan RPKAD mulai merasakan betapa beratnya bertugas di kapal selam. Ketika mengisi waktu luang, pasukan RPKAD tak bisa jalan-jalan sebagaimana ketika mereka tengah di dalam hutan.
Ketika mendekati daerah pendaratan, suasana di dalam kapal selam mulai tegang. Perwira torpedo KRI Tjandrasa, Letnan Satu Pelaut Subagijo mengenang detik-detik kapal mulai melakukan pendaratan pasukan RPKAD.
Subagijo mengungkapkan KRI Tjandrasa harus mendaratkan pasukan khusus pada 20 Agustus 1962, pukul 22.00 waktu setempat.
Kurang lebih 2 mil dari bibir pantai Teluk Tanah Merah, KRI Tjandrasa mulai timbul setengah menyelam dan langsung melakukan persiapan pendaratan.
Lantas, sekoci karet dikeluarkan dari conning tower dan langsung dipompa dengan udara tekanan tinggi dari kapal. Sekoci pun diturunkan dan pasukan RPKAD siap embarkasi menuju daratan.
Baca juga: KRI Sultan Iskandar Muda-367 dan Kapal Perang Anti-kapal Selam India Gelar Latma di Kepulauan Riau
Akan tetapi, ketika pasukan RPKAD hendak menaiki sekoci, tiba-tiba muncul cahaya terang ke arah buritan KRI Tjandrasa, disusul sorotan lampu dari pesawat intai Belanda, Neptune dengan menembakan peluru suar untuk menerangkan pantai.
Seluruh pasukan RPKAD panik. Sesuai prosedur, mereka pun diperintah kembali masuk ke dalam KRI Tjandrasa dan kapal langsung melakukan crash dive menuju utara dengan meninggalkan sekoci yang sudah terisi angin.
Ketika memasuki daerah yang dianggap aman, KRI Tjandrasa kemudian melakukan pengisian baterai dan berlayar dengan snorkel pada kedalaman periskop.
Masih dalam buku yang sama, Komandan KRI Tjandrasa, Mayor Pelaut Mardiono pun mengumpulkan para perwira di Ruang II kapal selam. Di ruang ini, Mayor Mardiono memimpin briefing evaluasi kegagalan pendaratan tersebut.
Rasa kekecewaan para perwira begitu nampak karena kegagalan ini. Namun, Mayor Mardiono masih mempunyai tekad kuat.
Ia pun bertekad untuk mencoba melakukan pendaratan lagi. Semua anak buah dan para perwira juga memiliki tekad yang sama.
Pada 21 Agustus 1962 pagi, KRI Tjandrasa kembali melakukan penyelaman menuju sasaran semula.
Ketika itu, Mayor Mardiono memperhitungkan "Jam-D" atau operasi pendaratan pasukan RPKAD masih sama dengan percobaan pertama, yakni pukul 22.00 waktu setempat.
Kapal kemudian muncul dalam posisi half wash. Mayor Mardiono mencatat kapal mulai muncul ke permukaan pada jarak 500 meter dari pantai.
Sedangkan Letnan Satu Subagijo mencatat bahwa kapal muncul ke permukaan pada jarak antara 1,5 mil hingga 2 mil.
Sama dengan prosedur pertama ketika akan melakukan pendaratan, kapal sekoci kembali diisi dengan udara tenaga tinggi. Setelah mengembang, pasukan RPKAD langsung menaiki tiga sekoci dan mendayung menuju pantai.
Saat mengawasi tiga sekoci yang dibawa pasukan RPKAD menuju pantai, awak KRI Tjandrasa cemas. Mereka tak bisa membayangkan tindakan apa yang akan dilakukan apabila Neptune Belanda tiba-tiba memergoki jalannya penyusupan ini.
"Bagaimana tidak, seandainya kita dalam keadaaan sedang menurunkan pasukan kemudian sekonyong-konyong kelihatan sorotan lampu dari kapal patroli Belanda yang ditujukan kepada kita, atau dengan tiba-tiba sebuah pesawat Neptune dengan sorotan lampunya mengetahui akan posisi kita, tindakan apa yang harus dilakukan," kata Mardiono mengenang.
Tetapi dalam perjalanannya, upaya pendaratan kedua ini tak menemui gangguan dari pihak Belanda. Setelah pasukan RPKAD benar-benar selamat menuju pantai, KRI Tjandrasa baru bergegas menjauhi pantai dan menuju lautan bebas.
Operasi pendaratan pasukan khusus ke Teluk Tanah Merah pun berhasil dengan sempurna. KRI Tjandrasa kembali ke Teluk Kupa-kupa dalam keadaan utuh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.