AWAL 2015 lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap satu jaringan besar Wong Chi Ping (WCP).
Pengungkapan jaringan tersebut dianggap cukup prestisius bukan hanya karena jumlah barang bukti sabu yang mencapai hampir 1 ton, tapi juga jumlah anggota jaringan yang ditangkap, lamanya operasi penyelidikan, dan jumlah negara yang terlibat dalam jaringan tersebut.
Seperti rilis resmi BNN dan telah dipublikasikan di berbagai media, BNN bergandeng-erat dengan negara Tiongkok (Tiongkok daratan dan Hong Kong), Malaysia, dan Amerika Serikat sekaligus.
Operasi dimulai sejak 2012 dan berakhir awal 2015 dengan mengamankan sembilan anggota jaringan yang berasal dari tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Tiongkok (Hong Kong).
Ketika itu, para pelaku hanya menjawab bahwa mereka diminta menunggu perintah berikutnya untuk dibawa ke mana sabu yang diduga diproduksi di daerah Golden Triangle tersebut.
Narkoba sabu tersebut dijemput di titik koordinat sekitar Laut Jakarta dan mereka melakukan transaksi dengan metode ship to ship.
Dalam situasi tersebut, BNN dinyatakan berhasil mengungkap jaringan kejahatan narkotika walaupun bukan serta merta dianggap memutus jaringan.
Mengungkap berarti sifat klandestin (rahasia) dari jaringan kejahatan terungkap ke permukaan. Sementara memutus berarti jaringan-jaringan yang terbentuk menjadi terputus alias terpisah.
Aktor jaringan yang ditangkap lalu dipenjara dapat disebut terpisah atau terputus dari jaringan kejahatan narkotika tersebut.
Namun, penjara tidak dapat benar-benar dianggap membuat narapidana terputus dari jaringan kejahatan narkotika karena berbagai temuan para narapidana masih dapat berbisnis walaupun dari dalam jeruji besi.
Kembali ke cerita kasus pengungkapan jaringan WCP. Jumlah besar sabu yang mencapai 862 kg tentu saja akan dijual dan dipastikan sudah ada calon pembelinya. Pertanyaan berikutnya, siapa dan berapa pihak yang akan membeli sabu sebanyak itu?
Belum lagi jika kita menelusuri rantai produksi yang diduga di Golden Triangle. Ada banyak aktor jaringan yang tidak terungkap.
Sementara upaya pengejaran yang dilakukan oleh petugas Malaysia dan Hong Kong terkait pelaku yang ada di dua negara tersebut pun, sejak 2015, belum ada perkembangan apapun.
Jika saja 862 kg sabu tersebut dijual kepada sembilan pembeli di Indonesia yang masing-masingnya membeli 100 kg atau kurang, maka sembilan pembeli tersebut tentu juga mempunyai konsumen masing-masing.
Konsumen berikutnya adalah para pembeli puluhan kilogram, pembeli satuan kilogram, lalu ratusan gram, puluhan gram dan berakhir pembeli paket pakai.
Lalu, ada berapakah orang-orang yang ada di kelompok-kelompok pembeli berikutnya. Akan sangat kompleks dan sulit dipastikan.
Yang pasti, akan menjadi lebih banyak karena bentuk rantai dari jaringan kejahatan narkotika cenderung panjang dan tersentralisasi.
Pembahasan soal ini dianalisis dengan cukup menyeluruh oleh tiga orang ahli di bidang analisis jaringan kejahatan, Gisela Bichler, Aili Malm, dan Tristen Cooper di jurnal Crime Science tahun 2017.
Mereka meneliti 34 hasil studi tentang kejahatan yang diulas dengan ragam teori analisis jaringan sosial (SNA).
Di antara temuannya adalah setiap aktor yang terlibat dalam jaringan kejahatan narkoba harus menyeimbangkan hubungan komunikasi bisnis yang efisien dengan keamanan dan kerahasiaan. Ini adalah ciri khas kejahatan jaringan narkoba.
Mereka juga menyebutkan jika situasi tersebut berbeda dengan keseimbangan yang dicapai dalam jaringan konvensional atau bahkan jaringan teroris sekalipun.
Nilai sentralitas kejahatan yang tinggi, dalam teori SNA, berarti porsi jaringan yang lebih besar bergantung pada satu aktor. Itu juga menunjukkan jika antara anggota jaringan banyak yang tidak saling terhubung.
Namun, mengingat besarnya suatu jaringan, pergantian peran juga kerap terjadi atau bahkan digantikan oleh kelompok jaringan yang berbeda.
Bersama Gisela Bichler, salah satu ahli di bidang SNA yang disebutkan di atas, saya melakukan penelitian terkait peran aktor jaringan penyelundupan narkoba sabu yang berbasis laut di Sumatera bagian utara dan penyelundupan berbasis darat di Kalimantan Barat.
Hasil penelitian yang terbit di jurnal Global Crime pada 2021 tersebut menjelaskan jika para aktor yang terlibat dalam penyelundupan berbasis laut di sepanjang pantai timur Sumatera terlihat lebih kompleks dibandingkan penyelundupan di sepanjang perbatasan darat di Provinsi Kalimantan Barat.
Kompleksitas anggota jaringan juga menunjukkan jika terlibat banyak peran yang dibutuhkan dalam aktivitas penyelundupan tersebut.
Dalam analisis jaringan kejahatan, memutus jaringan tampak sesuatu yang hampir mustahil dilakukan. Karena fleksibilitas jaringan begitu tinggi dan lentur. Situasi tersebut didukung oleh panjangnya rantai distribusi.
Catatan lainnya adalah jika seorang aktor ditangkap dalam suatu sistem jaringan, maka bentuk jaringan akan melakukan adaptasi.
Adaptasi jaringan dapat berupa pengambilalihan peran oleh aktor lain atau menggantikan posisi aktor tersebut oleh aktor lain. Situasi tersebut lumrah dan ditemukan di dalam penelitian yang saya dan Bichler lakukan.
Posisi kurir sering digantikan oleh aktor lain ketika yang bersangkutan ditangkap petugas. Kurir memang posisi paling rentan ditangkap oleh petugas.
Maka, terdapat aktor yang berperan khusus di beberapa jaringan kejahatan narkotika, yaitu sebagai perekrut kurir.
Melihat situasi tersebut, memutus jaringan kejahatan narkotika adalah sesuatu yang jauh lebih kompleks. Istilah merusak (disruption) jaringan tampaknya lebih tepat seperti diskursus para peneliti analisis jaringan sosial.
Beberapa penelitian yang mengulas isu tersebut telah dilakukan oleh peneliti jaringan kejahatan seperti Gimonni dan tim pada 2017 yang meneliti tentang upaya perusakan jaringan penyelundupan heroin ke Eropa atau oleh Duijin dan tim pada 2013 tentang upaya perusakan jaringan di Belanda.
Sementara Peraturan Presiden tentang Badan Narkotika Nasional di pasal 3 disebutkan bahwa BNN berfungsi dalam melaksanakan pemutusan jaringan kejahatan terorganisasi. Tugas berat dalam era disrupsi jaringan kejahatan narkotika saat ini.
Dus, apakah mungkin penegak hukum dapat memutus jaringan kejahatan narkotika atau sekadar merusak jaringan kejahatan narkotika.
Tentu saja, kita berharap, penegakan hukum dapat melakukan kerusakan maksimal terhadap jaringan kejahatan narkotika itu sendiri.
Agar maksimal, maka selain memenjarakan aktor-aktor utama seperti para bandar, juga penting untuk menelusuri aliran uang dari transaksi bisnis gelap tersebut. Jika uang atau aset disita, perlu waktu bagi para aktor pelaku bisnis gelap untuk kembali beraksi.
Kerumitan memutus jaringan kejahatan narkotika memang niscaya, namun upaya memutus jaringan atau paling tidak merusak jaringan adalah keniscayaan lain yang juga harus dilakukan demi menyelamatkan anak bangsa dari kerusakan penyalahgunaan narkoba itu sendiri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.