Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Pertanyakan Alasan Usia Minimum Capres Harus Turun ke 35 Tahun

Kompas.com - 01/08/2023, 21:15 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan alasan batas usia minimum calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) perlu diturunkan atau dilonggarkan.

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua MK, Saldi Isra, dalam sidang pemeriksaan perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023, Selasa (1/8/2023), dengan agenda mendengar keterangan DPR dan pemerintah.

"Pertanyaan besar kami sebetulnya, mengapa kok didorong ke 35 (tahun)? Tidak ke 30? Atau 25?" tanya Saldi kepada perwakilan pemerintah dan DPR.

Hal itu ia tanyakan karena pemerintah dan DPR adalah pihak yang mengubah batas usia minimum capres-cawapres menjadi 40 tahun dalam Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Baca juga: Kompak, DPR dan Pemerintah Beri Sinyal Setuju Batas Usia Capres Turun ke 35 Tahun

Padahal, sebelum UU Pemilu diteken pada 2017, batas usia minimum capres-cawapres awalnya memang 35 tahun. Ketentuan itu berlaku pada Pilpres 2004 dan 2009 lewat Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 dan Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008.

Sementara itu, dalam sidang hari ini, DPR dan pemerintah secara implisit menyatakan persetujuannya agar ketentuan itu dievaluasi sebagaimana pemohon pada 3 perkara itu.

Pada perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi, batas usia minimum capres-cawapres diminta dikembalikan ke 35 tahun.

Baca juga: MK Heran Pemerintah-DPR Malu-malu Kucing Turunkan Usia Minimum Capres Jadi 35 Tahun

Pada perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda, "pengalaman sebagai penyelenggara negara" diminta dapat menjadi syarat alternatif selain usia minimum 40 tahun.

Petitum yang sama diajukan duo kader Gerindra, yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, lewat perkara nomor 55/PUU-XXI/2023.

Saldi meminta DPR dan pemerintah menjelaskan 5 hal.

Pertama, alasan mereka dulu menaikkan batas usia minimum capres-cawapres.

Baca juga: Gibran Jawab Peluang Maju di Pilpres jika MK Kabulkan Gugatan soal Umur Cawapres

Kedua, apa yang dimaksud "pengalaman sebagai penyelenggara negara" dan sejauh mana pengalaman itu bisa menentukan kelayakan seseorang menjadi capres-cawapres.

Ketiga, jawaban rasional dari DPR dan pemerintah mengapa Mahkamah perlu turun tangan. Karena pada dasarnya, kebijakan itu adalah wewenang pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang.

Keempat, alasan DPR membandingkan situasi di Indonesia dengan batas usia minimum capres-cawapres di luar negeri.


Padahal, ujar Saldi, Filipina yang konstitusinya mirip dengan Amerika Serikat, mengatur batas usia minimum capres-cawapres yang berbeda.

"Tolong dieksplisitkan supaya kita, mahkamah ini, paham kenapa itu (batas usia capres-cawapres) harus diubah," ucap Saldi.

Kelima, Saldi bertanya, jika batas usia minimum capres-cawapres diubah, kapan sebaliknya beleid itu berlaku sebab Pemilu 2024 sudah di depan mata. Pencalonan presiden-wakil presiden hanya berjarak 3 bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sempat Tidak Fit, Megawati Sapa Warga di Kantor PDI-P Ende

Sempat Tidak Fit, Megawati Sapa Warga di Kantor PDI-P Ende

Nasional
Sentil Projo, PDI-P: Pemimpin Partai Lahir dari Kaderisasi, Bukan Berupaya Perpanjang Kekuasaan

Sentil Projo, PDI-P: Pemimpin Partai Lahir dari Kaderisasi, Bukan Berupaya Perpanjang Kekuasaan

Nasional
PDI-P Ingatkan GP Ansor: Spirit NU untuk Merah Putih, Bukan Keluarga

PDI-P Ingatkan GP Ansor: Spirit NU untuk Merah Putih, Bukan Keluarga

Nasional
Profil Thomas Djuwandono, Ponakan Prabowo yang Dikenalkan Sri Mulyani ke Publik

Profil Thomas Djuwandono, Ponakan Prabowo yang Dikenalkan Sri Mulyani ke Publik

Nasional
Simbol Kedaulatan Energi, Jokowi Peringati Hari Lahir Pancasila di Blok Rokan, Dumai

Simbol Kedaulatan Energi, Jokowi Peringati Hari Lahir Pancasila di Blok Rokan, Dumai

Nasional
Lewat FGD, Dompet Dhuafa Berupaya Revitalisasi Budaya Lokal sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat

Lewat FGD, Dompet Dhuafa Berupaya Revitalisasi Budaya Lokal sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat

Nasional
PDI-P Bantah Ingin Pecah Belah Jokowi-Prabowo

PDI-P Bantah Ingin Pecah Belah Jokowi-Prabowo

Nasional
Kunjungan ke China, Puan Diskusikan Isu Gender bersama Parlemen Chengdu

Kunjungan ke China, Puan Diskusikan Isu Gender bersama Parlemen Chengdu

Nasional
Demokrat Belum Lirik Kaesang untuk Cagub Jakarta, Fokus Cari Cawagub

Demokrat Belum Lirik Kaesang untuk Cagub Jakarta, Fokus Cari Cawagub

Nasional
Hasto Sebut Megawati Tidak Fit karena Kurang Tidur

Hasto Sebut Megawati Tidak Fit karena Kurang Tidur

Nasional
Jokowi Peringatkan Israel untuk Berhenti Serang Palestina

Jokowi Peringatkan Israel untuk Berhenti Serang Palestina

Nasional
Minta Polri Jelaskan Motif Penguntitan, Anggota DPR: Jampidsus Bukan Teroris

Minta Polri Jelaskan Motif Penguntitan, Anggota DPR: Jampidsus Bukan Teroris

Nasional
Jokowi Usahakan Bansos Beras Lanjut sampai Desember 2024, Beri Isyarat Anggaran Cukup

Jokowi Usahakan Bansos Beras Lanjut sampai Desember 2024, Beri Isyarat Anggaran Cukup

Nasional
Diksi 'Ancaman Keamanan' dalam RUU Polri Dianggap Tak Jelas

Diksi "Ancaman Keamanan" dalam RUU Polri Dianggap Tak Jelas

Nasional
Jokowi Minta Pancasila Disosialisasikan Sesuai Gaya Generasi Z hingga Milenial

Jokowi Minta Pancasila Disosialisasikan Sesuai Gaya Generasi Z hingga Milenial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com