Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Minta Penolak UU Kesehatan Fokus ke Aturan Turunan, Jangan Kontraproduktif

Kompas.com - 15/07/2023, 14:57 WIB
Fika Nurul Ulya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar dan epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono meminta pihak yang menolak pengesahan Undang-Undang (UU) Kesehatan fokus kepada pembuatan aturan turunannya.

Sebab, aturan turunan yang lebih teknis justru lebih penting untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan. Aturan turunan yang akan menentukan program-program baik di bidang kesehatan berjalan atau sebaliknya.

"Ini sekarang UU jadi. Masih ada PR yang lebih besar yang seringkali luput, peraturan pemerintahnya yang supaya menterjemahkan UU ini jalan," kata Pandu Riono dalam diskusi daring, Sabtu (15/7/2023).

"Saran saya di sini teman-teman bisa kontribusi, kita semua lah masyarakat untuk mematangkan PP (peraturan pemerintah)," imbuh Pandu.

 Baca juga: Menkes Tak Masalah UU Kesehatan Digugat ke MK: Itu Normal

Pandu meminta, pihak-pihak yang menolak termasuk organisasi profesi tidak perlu melakukan upaya-upaya kontraproduktif.

Ia lalu berkaca pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Sejak diundangkan pada tahun 2018, UU ini belum kunjung memiliki aturan turunan hingga 2 tahun kemudian, tepatnya saat pandemi Covid-19 akhirnya hadir di Indonesia.

Saat itu, cerita Pandu, Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan unsur lainnya segera membuat aturan turunan sebagai pedoman pelaksanaan di masa pandemi Covid-19.

"Ditanya apa itu PSBB, enggak ngerti karena bingung semuanya bingung. Memang benar kita enggak siap. Tapi sudah ada UU yang disiapkan, itu yang menurut saya tidak otomatis UU ini akan terlaksana dengan cepat atau terlaksana seperti yang kita harapan (jika aturan turunan belum ada)," tutur Pandu.

 Baca juga: Peluang Uji Materi Omnibus Law UU Kesehatan

Atas kejadian tersebut, ia pun meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera membuat aturan turunan dalam waktu satu bulan.

Terlebih, aturan turunnya itu dibutuhkan karena jalan transformasi sistem kesehatan akan luar biasa kompleks.

"Jadi enggak usah lah melakukan upaya-upaya yang kemudian akan kontraproduktif. Kita masih punya kesempatan untuk mengisi peraturan pemerintahnya. Ini yang menurut saya penting, dan saya meminta teman-teman Pak Handoyo ya, ini memohon kepada Pak Presiden dan Kemenkes supaya PP-nya sebulan jadi," jelasnya.

Sebagai informasi, DPR RI telah mengesahkan UU Kesehatan pada Selasa (11/7/2023). Pengesahan itu diwarnai dengan aksi unjuk rasa organisasi profesi di depan kompleks parlemen di wilayah Senayan, Jakarta Pusat, itu.

 Baca juga: IDI Buka Suara Alasan Tolak UU Kesehatan: Banyak Pasal Krusial, Bukan Hanya soal Organisasi Profesi

Diketahui, mereka menolak RUU yang baru disahkan menjadi UU tersebut.

Terbaru, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan empat organisasi profesi lainnya bakal mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka merasa UU belum memenuhi unsur partisipasi yang bermakna (meaningful participation).

Hal ini mengacu pada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91 Tahun 2020 tentang partisipasi publik bermakna. Dalam beleid tersebut, ada tiga prasyarat pelibatan masyarakat secara bermakna.

Syarat-syarat itu meliputi hak untuk didengarkan pendapatnya, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan hak untuk mendapat penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Nasional
Momen Jokowi 'Nge-Vlog' Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Momen Jokowi "Nge-Vlog" Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Nasional
Refleksi Hari Pancasila, Mahfud Harap Semua Pemimpin Tiru Bung Karno yang Mau Berkorban untuk Rakyat

Refleksi Hari Pancasila, Mahfud Harap Semua Pemimpin Tiru Bung Karno yang Mau Berkorban untuk Rakyat

Nasional
Singgung Kesejarahan Ende dengan Bung Karno, Megawati: Pancasila Lahir Tidak Melalui Jalan Mudah

Singgung Kesejarahan Ende dengan Bung Karno, Megawati: Pancasila Lahir Tidak Melalui Jalan Mudah

Nasional
Minta Tapera Tak Diterapkan, PDI-P: Rakyat Sedang Hadapi Persoalan yang Berat

Minta Tapera Tak Diterapkan, PDI-P: Rakyat Sedang Hadapi Persoalan yang Berat

Nasional
 Jokowi Targetkan Blok Rokan Produksi Lebih dari 200.000 Barel Minyak per Hari

Jokowi Targetkan Blok Rokan Produksi Lebih dari 200.000 Barel Minyak per Hari

Nasional
Aturan Intelkam di Draf RUU Polri Dinilai Tumpang Tindih dengan Tugas BIN dan BAIS TNI

Aturan Intelkam di Draf RUU Polri Dinilai Tumpang Tindih dengan Tugas BIN dan BAIS TNI

Nasional
Revisi UU TNI-Polri, PDI-P Ingatkan soal Dwifungsi ABRI

Revisi UU TNI-Polri, PDI-P Ingatkan soal Dwifungsi ABRI

Nasional
Antam Pastikan Keaslian dan Kemurnian Produk Emas Logam Mulia

Antam Pastikan Keaslian dan Kemurnian Produk Emas Logam Mulia

Nasional
Hasto PDI-P: Banteng Boleh Terluka, tapi Harus Tahan Banting

Hasto PDI-P: Banteng Boleh Terluka, tapi Harus Tahan Banting

Nasional
Sentil Penunjukan Pansel Capim KPK, PDI-P: Banyak yang Kita Tak Tahu 'Track Record' Pemberantasan Korupsinya

Sentil Penunjukan Pansel Capim KPK, PDI-P: Banyak yang Kita Tak Tahu "Track Record" Pemberantasan Korupsinya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com