Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Kesehatan Baru Hapus Anggaran Wajib Minimal di Bidang Kesehatan 5 Persen APBN

Kompas.com - 12/07/2023, 08:42 WIB
Fika Nurul Ulya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggaran wajib minimal (mandatory spending) di bidang kesehatan dihapus dalam Undang-undang (UU) Kesehatan yang baru saja disahkan pada Selasa (11/7/2023).

Di UU sebelumnya, yakni UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan, anggaran wajib minimal bidang kesehatan dipatok sebesar 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di luar gaji. Hal ini tertuang dalam pasal 171 ayat (1) beleid tersebut.

Namun di UU terbaru, tidak ada besaran minimal alokasi anggaran wajib. Sebelumnya, besarannya sempat diperbesar menjadi 10 persen dari APBN di tengah-tengah pembahasan RUU.

Adapun salinan UU ini diterima Kompas.com dari anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. Ia mengaku mendapatkan salinan tersebut dari Ketua Panja RUU Kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena.

Baca juga: UU Kesehatan Bolehkan Tenaga Medis dan Kesehatan WN Asing Praktik di Indonesia, Ini Prosedurnya

Mengutip salinan UU, pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota perlu memprioritaskan anggaran kesehatan untuk program dan kegiatan dalam penyusunan APBN dan APBD.

Anggaran kesehatan ini merupakan anggaran di luar gaji dalam lingkup peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, dengan tetap memperhatikan kesejahteraan bagi sumber daya manusia kesehatan.

Di pasal selanjutnya, besaran penganggarannya akan berbasis kinerja.

"Pemerintah pusat mengalokasikan anggaran Kesehatan dari anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan kebutuhan program nasional yang dituangkan dalam rencana induk bidang Kesehatan dengan memperhatikan penganggaran berbasis kinerja," tulis pasal 409 ayat (1) beleid itu.

"Pemerintah daerah mengalokasikan anggaran Kesehatan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai dengan kebutuhan Kesehatan daerah yang mengacu pada program Kesehatan nasional yang dituangkan dalam rencana induk bidang Kesehatan dengan memperhatikan penganggaran berbasis kinerja," tulis ayat selanjutnya.

Baca juga: Penolakan Warnai Pengesahan UU Kesehatan: Minta Jokowi Terbitkan Perppu, dan Nakes Berencana Mogok Kerja

Di ayat (5), pengalokasian anggaran kesehatan harus memperhatikan penyelesaian masalah kesehatan berdasarkan beban penyakit atau epidemiologi.

Dalam penyusun anggaran kesehatan Pemda, pemerintah pusat berwenang untuk menyinkronkan kebutuhan alokasi anggaran untuk beberapa kegiatan yang tercantum dalam pasal 403.

Di pasal 403, keduanya bertanggung jawab menyediakan dana yang dimanfaatkan untuk seluruh kegiatan, meliputi upaya penguatan, penanggulangan bencana, KLB, dan/ atau wabah; penguatan sumber daya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; dan penguatan pengelolaan kesehatan.

Lalu, penelitian, pengembangan, dan inovasi bidang kesehatan; serta program Kesehatan strategis lainnya sesuai dengan prioritas pembangunan nasional di sektor kesehatan.

Baca juga: UU Kesehatan Atur Produk Tembakau Termasuk Zat Adiktif

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, besaran anggaran Kesehatan tidak menentukan kualitas dari keluaran (outcome) atau hasil yang dicapai.

Hal ini tecermin dari alokasi anggaran kesehatan yang timpang di berbagai negara.

Ia lantas menyebut besaran pengeluaran beberapa negara di bidang kesehatan, disandingkan dengan rata-rata usia harapan hidup warganya. Di Amerika Serikat (AS), pengeluaran kesehatannya mencapai 12.000 dollar AS per kapita per tahun dengan rerata usia harapan hidup mencapai 80 tahun.

Namun di Kuba dan negara lainnya, pengeluaran di bidang kesehatan lebih kecil dengan usia harapan hidup yang sama. Negara itu hanya mengeluarkan belanja negara di bidang kesehatan sebesar 1.900 dollar AS per kapita per tahun, dengan usia harapan hidup mencapai 80 tahun.

Baca juga: Menkes Bantah UU Kesehatan Muluskan Praktik Dokter Asing di Indonesia

Di Jepang dengan pengeluaran sekitar 4.800 dollar per kapita per tahun dengan usia harapan hidup 80 tahun, Korea Selatan 3.600 dollar AS per kapita per tahun dengan usia harapan hidup 84 tahun, dan Singapura 2.600 dollar AS per kapita dengan rata-rata usia harapan hidup mencapai 84 tahun.

"Kita mempelajari di seluruh dunia mengenai spending kesehatan. Besarnya spending tidak menentukan kualitas dari outcome," kata Budi, Selasa

Indonesia, kata dia, akan membutuhkan dana luar biasa besar jika anggaran wajib minimal dipatok. Untuk menyamai AS dengan pengeluaran 12.000 dollar AS per kapita per tahun misalnya, Indonesia perlu menambah pengeluaran hingga 11.000 dollar AS dikali sekitar 270 juta penduduk.

Totalnya mencapai puluhan triliun dollar AS, setara dengan 20-30 kali lipat Produk Domestik Bruto (PDB) RI. Dia tidak ingin Indonesia meniru negara lain yang sudah membuang uang atau anggaran terlalu banyak di bidang kesehatan, namun hasilnya tidak bagus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Nasional
Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Nasional
Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Nasional
Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Nasional
Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Nasional
Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Nasional
Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Nasional
Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Nasional
Tuding PDI-P Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo, Projo: Taktik Belah Bambu

Tuding PDI-P Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo, Projo: Taktik Belah Bambu

Nasional
Projo Ungkap Isi Pembicaraan dengan Jokowi soal Langkah Politik Kaesang di Pilkada

Projo Ungkap Isi Pembicaraan dengan Jokowi soal Langkah Politik Kaesang di Pilkada

Nasional
Ada 'Backlog' Pemilikan Rumah, Jadi Alasan Pemerintah Wajibkan Pegawai Swasta Ikut Tapera

Ada "Backlog" Pemilikan Rumah, Jadi Alasan Pemerintah Wajibkan Pegawai Swasta Ikut Tapera

Nasional
Jaga Keanekaragaman Hayati, Pertamina Ajak Delegasi ASCOPE ke Konservasi Penyu untuk Lepas Tukik

Jaga Keanekaragaman Hayati, Pertamina Ajak Delegasi ASCOPE ke Konservasi Penyu untuk Lepas Tukik

Nasional
Projo Mengaku Belum Komunikasi dengan Kaesang Soal Pilkada

Projo Mengaku Belum Komunikasi dengan Kaesang Soal Pilkada

Nasional
Ridwan Kamil Klaim Pasti Maju Pilkada, Kepastiannya Juli

Ridwan Kamil Klaim Pasti Maju Pilkada, Kepastiannya Juli

Nasional
KPK Sita Innova Venturer Milik Anak SYL Terkait Kasus TPPU

KPK Sita Innova Venturer Milik Anak SYL Terkait Kasus TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com