Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Bantah Ada 'Data Aneh' di Daftar Pemilih, Sebut Semua Berhak Masuk Selama Penuhi Syarat

Kompas.com - 22/06/2023, 13:33 WIB
Ardito Ramadhan,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Komisi Pemilihan Umum (KPU) membantah tudingan yang menyebut ada 'data aneh' dalam daftar pemilih sementara (DPS) Pemilu 2024.

Komisioner KPU Betty Epsilon Idroos menegaskan, seperti apapun identitasnya, semua warga negara Indonesia (WNI) yang berhak menjadi pemilih akan dimasukkan ke daftar pemilih.

"Sepanjang dia WNI 17 tahun ke atas atau sudah menikah, tentu kita akan daftarkan. Bukan TNI, bukan Polri, dengan ketentuan-ketentuan tidak sedang dicabut hak politiknya oleh yang berkekuatan hukum tetap tentu akan kita masukkan dalam daftar pemilih. Jadi tidak ada data yang aneh," kata Betty di kantor KPU, Jakarta, Kamis (22/6/2023).

Baca juga: Di Rapat Paripurna HUT Jakarta, Ketua DPRD Ingatkan Pemilu Sehat agar Tak Ada Perpecahan

Tudingan soal data aneh ini sebelumnnya disampaikan oleh sekolompok orang yang tergabung dalam Perkumpulan Warga Negara untuk Pemilu Jurdil.

Lewat siaran pers, mereka mengeklaim menemukan 25,3 persen data aneh dari total 205 juta daftar pemilih sementara (DPS).

Data yang disebut aneh itu antara lain meliputi pemih dengan nama terdiri dari satu atau dua huruf, umur di atas 100 tahun, serta keterangan RT dan RW alamatnya '000'.

Betty pun menjelaskan alasan KPU tetap memasukkan orang-orang dengan 'data aneh' masuk ke dalam daftar pemilih.

Soal daftar pemilih yang memiliki nama hanya terdiri dari satu dan dua huruf, Betty menegaskan, data menunjukkan bahwa memang benar ada WNI yang namanya terdiri dari satu, dua, atau tiga huruf.

"Itu adalah hak mereka kalau namanya cuma satu huruf, dua huruf, tiga huruf, enggak ada masalah karena memang ini yang ada," kata Betty.

Baca juga: Mahasiswa Mengadu ke Bawaslu soal Jokowi Akan Cawe-cawe dalam Pemilu 2024

Betty melanjutkan, data juga menunjukkan bahwa ada WNI yang usianya sudah di atas 100 tahun.

"Ini adalah orangtua-orangtua kita, masa harus kita delete dari data pemilih dengan tuduhan-tuduhan yang tidak mendasar menurut kami," kata dia.

Ia melanjutkan, WNI yang berusia di bawah 17 tahun pun berhak menjadi pemilih jika mereka sudah menikah, hal ini sesuai dengan aturan undang-undang.

Terkait alamat pemilih yang RT dan RW-nya '000', Betty mengingatkan bahwa tidak semua daerah di Indonesia memiliki RT dan RW.

"Kampung halaman saya saja enggak punya RT/RW, tapi bukan berarti tuduhan bahwa itu data invalid dan seterusnya," ujar Betty.

Ia pun menegaskan bahwa KPU dapat mempertanggungjawabkan data tersebut dan tidak ada aneh dalam data pemilih yang mereka susun.

"Kami tahu bahwa pekerjaan ini dilihat dari sisi kanan, sisi kiri, atas, bawah, dan saya rasa kami bekerja sudah sangat hati-hati dan mudah-mudahan memenuhi harapan masyarakat semua terkait pemutakhiran data pemilih kita," kata Betty.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Nasional
Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Nasional
PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Nasional
Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Nasional
KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

Nasional
Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Nasional
UU Kementerian Negara Direvisi Usai Prabowo Ingin Tambah Jumlah Menteri, Ketua Baleg: Hanya Kebetulan

UU Kementerian Negara Direvisi Usai Prabowo Ingin Tambah Jumlah Menteri, Ketua Baleg: Hanya Kebetulan

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran Karena Melarang Media Investigasi

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran Karena Melarang Media Investigasi

Nasional
Khofifah Mulai Komunikasi dengan PDI-P untuk Maju Pilkada Jatim 2024

Khofifah Mulai Komunikasi dengan PDI-P untuk Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
Gerindra Tegaskan Kabinet Belum Dibahas Sama Sekali: Prabowo Masih Kaji Makan Siang Gratis

Gerindra Tegaskan Kabinet Belum Dibahas Sama Sekali: Prabowo Masih Kaji Makan Siang Gratis

Nasional
Rapat Paripurna DPR: Pemerintahan Baru Harus Miliki Keleluasaan Susun APBN

Rapat Paripurna DPR: Pemerintahan Baru Harus Miliki Keleluasaan Susun APBN

Nasional
Dasco Sebut Rapat Pleno Revisi UU MK yang Dilakukan Diam-diam Sudah Dapat Izin Pimpinan DPR

Dasco Sebut Rapat Pleno Revisi UU MK yang Dilakukan Diam-diam Sudah Dapat Izin Pimpinan DPR

Nasional
Amankan Pria di Konawe yang Dekati Jokowi, Paspampres: Untuk Hindari Hal Tak Diinginkan

Amankan Pria di Konawe yang Dekati Jokowi, Paspampres: Untuk Hindari Hal Tak Diinginkan

Nasional
12.072 Jemaah Haji dari 30 Kloter Tiba di Madinah

12.072 Jemaah Haji dari 30 Kloter Tiba di Madinah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com