Ini terjadi setelah Demokrat mengaku bersiap melakukan "evaluasi" akibat melorotnya elektabilitas bakal calon presiden yang diusung KPP, Anies Baswedan.
Sementara itu, Nasdem menuding bahwa Demokrat telah bermanuver dengan mengancam hengkang dari koalisi jika AHY tidak dideklarasikan sebagai bakal calon wakil presiden pendamping Anies.
"Sangat gampang mematahkan asumsi (gertakan) itu," kata anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarifuddin dalam program GASPOL! Kompas.com, Sabtu (17/6/2023).
Syarief, panggilan akrabnya, menegaskan bahwa sebelum friksi melanda KPP, Demokrat tidak pernah menjalin komunikasi politik dengan PDI-P.
Ia menyebutkan, Demokrat bahkan terkejut ketika AHY menjadi salah satu kandidat guna mendampingi bakal capres yang diusung PDI-P, Ganjar Pranowo.
"Dengar wacana itu juga kami juga kaget, sekalipun kami apresiasi. Jadi artinya apa, terjadinya asumsi seperti itu (menggertak Nasdem lewat PDI-P) tidak benar," kata Syarief.
"Ingin saya sampaikan bahwa Demokrat tetap pada komitmen semula bahwa cawapres itu diserahkan sepenuhnya kepada capres (Anies) untuk menentukan," ungkap dia.
Mengenai latar belakang untuk melakukan "evaluasi", kata Syarief, hal itu tak terlepas dari upaya agar pasangan capres-cawapres yang diusung KPP memiliki waktu cukup untuk disosialisasikan kepada masyarakat.
Desakan agar KPP dan Anies segera mengumumkan bakal cawapres sebelum Juli 2023 disebut sebagai bagian dari sebuah perencanaan yang harus disertai target. "Tidak ada paksaan," kata Syarief.
(Penulis: Adhyasta Dirgantara, Vitorio Mantalean | Editor: Nursita Sari, Diamanty Meiliana)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.