JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Mallarangeng menjelaskan makna di balik lukisan presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono yang diunggahnya di Instagram pribadinya.
Andi menyampaikan, lukisan tersebut menandakan bahwa Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu sangat perhatian atas keadilan di Indonesia.
Diketahui dalam lukisan yang diunggah Andi, SBY tampak selesai melukis mural bertuliskan "No Justice No Peace". Lukisan didominasi oleh warna kuning, merah, hitam, dan biru.
"Itulah perasaan beliau saat ini, yang dituangkan dalam lukisan tersebut. Memang beliau sangat concern dengan keadilan untuk semua," kata Andi kepada Kompas.com, Kamis (15/6/2023).
Baca juga: Kisah Lukisan SBY: Antara Hobi dan Ekspresi Cinta Kepada Ani Yudhoyono
Andi pun tidak ingin banyak menjelaskan pengertian dari lukisan tersebut, termasuk kaitannya dengan putusan Mahkamah Konstitusi soal sistem pemilu yang akan diputuskan hari ini maupun PK Moeldoko.
Diketahui, Moeldoko mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.
Ia hanya mempersilakan siapapun yang melihat untuk mengartikannya sendiri.
"Disilakan kepada yang melihat untuk mengambil kesimpulan. Seperti juga lukisan Monalisa dengan senyumnya, masing-masing orang bisa membuat interpretasi sendiri setelah melihatnya. Yang jelas, Sang Pelukis sudah melukiskannya dengan impresinya," kata Andi.
Lebih lanjut dia menyampaikan, Andi mengartikan lukisan itu mewakili kegusaran SBY tentang negeri tanpa keadilan. Sebab tanpa keadilan, sebuah negara tidak akan tercipta kedamaian.
Baca juga: Cerita Zarry Hendrik Terjemahkan Foto SBY Melukis Jadi Rangkaian Kata Indah
Negara, kata dia, harus menjamin keadilan untuk semua, bukan untuk kepentingan segelintir orang.
"Saya sendiri memaknakannya seperti yang saya tulis," beber Andi.
Sebagai informasi, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu.
Di sisi lain, Partai Demokrat juga tengah menghadapi PK yang diajukan oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko terkait kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.
Teranyar, Mahkamah Agung (MA) belum memproses permohonan peninjauan kembali tersebut. MA sebelumnya menolak kasasi kubu Moeldoko atas keputusan pemerintah yang menolak kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang pada 5 Maret 2021.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.