JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Silmy Karim menyebut, pihaknya telah menunda keberangkatan 10.138 warga negara Indonesia (WNI) yang akan bekerja di luar negeri sepanjang 2023.
Menurut Silmy, 10.138 WNI itu tidak mengantongi dokumen yang sah. Data tersebut mengacu pada penundaan petugas yang dilakukan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) seluruh Indonesia.
TPI yang dimaksud meliputi pelabuhan antarnegara, bandara internasional, hingga pos lintas batas negara.
Baca juga: Mau Kerja di Arab Saudi, 22 Calon Pekerja Migran Ilegal Bayar ke Pasutri Tersangka TPPO
Silmy mengatakan, tindakan tersebut menjadi bentuk komitmen Ditjen Imigrasi dalam membantu pencegahan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Pihak Imigrasi menyadari, pekerja migran menjadi profesi yang paling rentan menjadi obyek perdagangan orang.
“Dijanjikan agen atau calo pemberi kerja tidak sesuai kenyataan. Sampai di lokasi paspor ditahan, dipekerjakan tidak sesuai dengan perekrutan awal, tidak dibayar gajinya dan sebagainya,” kata Silmy dalam keterangan resminya, Rabu (14/6/2023).
Silmy mengatakan, pekerja migran yang masuk dengan cara ilegal memiliki daya tawar yang lemah. Mereka kemudian mendapatkan perlakuan kejam.
Mantan Direktur Krakatau Steel itu menekankan, kasus TPPO tidak bisa hanya ditangani Imigrasi.
Baca juga: Hendak Selundupkan 17 Pekerja Migran ke Malaysia, 3 ABK di Tanjungbalai Ditangkap
Kerja sama lintas kementerian dan lembaga diperlukan untuk menangani kejahatan transnasional ini.
Lebih lanjut, Silmy menjelaskan bagaimana petugas Imigrasi “menyaring” WNI yang akan menyeberang ke luar negeri.
Menurut dia, petugas Imigrasi pada TPI akan memeriksa setiap WNI.
Mereka yang hendak melancong atau acara kunjungan sosial akan diberangkatkan jika dokumen keimigrasian tidak bermasalah dan serta tidak masuk daftar pencegahan.
Keberangkatan WNI yang tidak memenuhi persyaratan, terutama para calon pekerja migran akan ditunda hingga persyaratan mereka lengkap.
Silmy mengingatkan bawahannya agar Kantor Imigrasi (Kanim) seharusnya bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai berbahayanya TPPO.
Ia juga meminta jajarannya menjelaskan apa yang menimpa korban TPPO.
Selain itu, pihaknya justru berupaya mekanisme verifikasi persyaratan pengajuan paspor ke instansi lain bisa cepat, mudah, dan akurat.
Tujuannya, mempersempit celah pemalsuan dokumen persyaratan paspor.
Upaya lainnya adalah setiap pemohon harus mencantumkan penjamin bahwa informasi yang diserahkan ke petugas benar.
“Kita tentu dengan semangat tinggi, bersama-sama dengan instansi terkait mendukung pemberantasan TPPO karena sangat bertentangan dengan human rights,” tutur Silmy.
Kasus TPPO terus menjadi perhatian publik menyusul banyaknya korban kembali dengan meninggal, tidak utuh, maupun selamat.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan TPPO menangkap 212 tersangka dari berbagai daerah.
Baca juga: Dialog dengan Diaspora di Uzbekistan, Wapres Wanti-wanti soal Bahaya TPPO
Ratusan tersangka TPPO itu ditangkap oleh Satgas TPPO dalam kurun tujuh hari sejak 5-11 Juni 2023, setelah diresmikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Jumlah tersangka pada kasus TPPO sebanyak 212 orang," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri.
Dari pengungkapan itu, polisi juga menyelamatkan sebanyak 824 korban yang hendak dikirim ke luar negeri secara ilegal.
"Berdasarkan jumlah korban tindak pidana perdagangan orang atau TPPO, sebanyak 824 orang terdiri dari perempuan dewasa 370 korban. Kemudian, anak perempuan 42 korban, laki-laki dewasa 389 korban, anak laki-laki 23 korban," ujar Ramadhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.