JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, Bank Dunia (World Bank) sudah mengingatkan soal praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia sejak 2017.
Saat itu, Bank Dunia merilis data tentang adanya 9 juta WNI yang bekerja di luar negeri.
Padahal, kata Benny, WNI yang secara resmi tercatat bekerja di luar negeri menurut data yang dihimpun pihaknya kurang lebih 4,7 juta.
"Alarm praktik TPPO sebetulnya sudah diperingatkan oleh World Bank tahun 2017. (Saat) merilis bahwa ada 9 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri. Padahal yang tercatat resmi itu kurang lebih 4,7 juta," ujar Benny di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
"Jadi asumsinya adalah ada 4,3 juta mereka orang Indonesia bekerja di luar negeri yang berangkat secara unprosedural," kata dia.
Baca juga: Mahfud: Lebih dari 1.900 Jenazah WNI Korban TPPO Dipulangkan ke Tanah Air dalam Setahun
Benny pun yakin bahwa 4,3 juta pekerja migran Indonesia di luar negeri itu ditempatkan secara ilegal oleh sindikat TPPO.
Merujuk data-data tersebut, kata Benny, Presiden Joko Widodo sudah menegaskan perang terhadap sindikat TPPO harus terus dilakukan.
"Negara tidak boleh kalah, negara harus adil dan hukum harus bekerja," ujar Benny.
BP2MI, menurut dia, sudah mengambil langkah-langkah tegas sejak tiga tahun lalu, salah satunya dengan memecat ASN yang terlibat dalam penempatan pekerja migran Indonesia secara ilegal.
Pengumuman pemecatan tersebut disampaikan lewat media sosial.
"Jadi ini kejahatan kemanusiaan yang negara tidak boleh tunduk atau kalah melawan para sindikat dan mafia. Naif jika negara ini justru untuk penempatan pekerja dikendalikan oleh sindikat dan mafia," ujar Benny.
"Perintah Presiden sudah jelas kami tentu akan melaksanakan secara sungguh-sungguh di lapangan," kata dia.
Baca juga: Setiap Hari Ada Korban Perdagangan Orang Meninggal, Jokowi Minta Tak Ada Backing-mem-backing
Pada Selasa, Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas mengenai persoalan TPPO di Istana Merdeka, Jakarta.
Dalam rapat itu, Presiden Jokowi menyatakan akan melakukan restrukturisasi satuan tugas tim TPPO untuk segera mengambil langkah cepat dalam penanganan permasalahan itu.
“Presiden tadi menyatakan melakukan restrukturisasi satgas tim tindak pidana perdagangan orang, kemudian memerintahkan ada langkah-langkah cepat di dalam sebulan ini," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD dalam keterangannya usai mengikuti rapat.
"Untuk menunjukkan kepada publik bahwa negara, kepolisian negara, TNI, dan aparat-aparat pemerintah yang lain itu bertindak cepat dan hadir untuk ini,” kata dia.
Selain itu, Presiden memerintahkan jajaran Polri untuk menelusuri adanya dukungan (backing) bagi para penjahat perdagangan orang.
Mahfud menegaskan bahwa negara tidak mendukung adanya TPPO di Tanah Air.
"Tadi Presiden memerintahkan kepada Kapolri tidak ada backing-backing-an karena semua tindakan yang tegas itu di-backing oleh negara," ujar Mahfud.
"Tidak ada backing-backing-an bagi penjahat. Backing bagi kebenaran adalah negara backing penegakan hukum adalah negara," ucap Mahfud.
Baca juga: Isu Perdagangan Orang Dibahas pada KTT Ke-42 ASEAN, Anggota Komisi I: Apresiasi untuk Pak Jokowi
Mahfud mengakui, pemerintah sebenarnya sudah memahami simpul kasus-kasus TPPO.
Namun, penanganannya terhambat persoalan birokrasi dan adanya praktik saling mem-backing.
Menurut dia, BP2MI telah melaporkan kepada Presiden bahwa jenazah warga Indonesia yang kembali karena TPPO dalam satu tahun mencapai lebih dari 1.900 orang.
Khusus di Nusa Tenggara Timur (NTT), sejak Januari hingga Mei 2023 sudah ada 55 jenazah pulang karena perdagangan orang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.