Mereka akan dengan seksama mendengar celotehan dan kritikan masyarakat, karena memang tujuannya untuk membahagiakan masyarakat.
Inilah pemicu munculnya pemerintah yang anti-kritik karena pejabat tidak menyadari bahwa empati menjadi variabel kunci dalam toleransi terhadap perbedaan sosial.
Padahal empati pejabat publik akan memudahkan transfer wawasan empatik dari kasus individu ke kelompok yang lebih besar, tentu saja dengan pemahaman yang lebih besar tentang toleransi terhadap ketidaksetaraan sosial (Dovidio, Gaertner, & Saguy, 2009; Stephan & Finlay, 1999).
Pemerintahan yang nir empati akan fokus pada indikator-indikator makro sebagai bentuk penyederhanaan tanggung jawab menyejahterakan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi, misalnya, banyak pemerintah daerah yang dengan mudah mengklaim telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat hanya dengan indikator pertumbuhan ekonomi, tanpa ingin tahu kondisi riil masyarakat yang sebenarnya.
Padahal kita tahu, PDB/PDRB tidak dirancang untuk menilai kesejahteraan atau kesejahteraan warga negara. Ini dirancang hanya untuk mengukur kapasitas produksi dan pertumbuhan ekonomi saja.
Namun pembuat kebijakan dan ekonom sering memperlakukan PDB sebagai unit yang mencakup semua untuk menandakan pembangunan suatu negara, menggabungkan kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi dan indikator lainnya memang telah meningkatkan standar hidup di seluruh dunia.
Namun, secara mikro ekonomi modern telah melupakan fakta bahwa metrik standar pertumbuhan ekonomi, hanya mengukur ukuran ekonomi dan tidak mencerminkan kesejahteraan wilayah tertentu.
Jika pemerintah hanya fokus pada indikator-indikator makro tanpa melibatkan empati pada pembangunan, maka sulit membayangkan kesejahteraan dan keadilan sosial akan terwujud.
Sudah waktunya pemerintah untuk mau berbaur dengan masukan masyarakat dan bersedia memperluas pandangan dengan banyak menerima masukan dari segala kalangan untuk menghadirkan kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya.
Bukankah menjelang pemilu pejabat butuh simpati rakyat? Maka perlu diingat bahwa empathy gains sympathy, empati akan selalu berbalas simpati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.