KISAH mudik dan pascamudik selalu menimbulkan banyak kisah dan sekaligus pekerjaan rumah. Pasca-Lebaran, justru menjadi momentum dimulainya ragam upaya penyelesaian masalah sosial baru.
Pasca-Lebaran tahun ini, diprediksi ada 30.000-40.000 pendatang baru di Jakarta (Kompas.id). Artinya ini adalah tantangan yang menuntut pemikiran dan kebijakan cepat untuk mengantisipasinya. Hanya saling menyalahkan tidak ada gunanya.
Namun memikirkan upaya preventif bagi tahun-tahun mendatang, tentunya akan sangat berharga, mengingat upaya penyelesaian isu yang sangat kompleks ini (complex problem solving)
Berdasarkan data Survei Potensi Pergerakan Nasional Masyarakat Periode Angkutan Lebaran 2023, Kementerian Perhubungan, diperkirakan arus perjalanan mudik di seluruh Indonesia tahun ini mencapai 123,8 juta orang.
Jumlah ini merupakan yang terbanyak di seluruh Indonesia jauh mengalahkan tujuan mudik Ke Jawa Timur dan Jawa Barat yang masing-masing di bawah 24 juta orang (Kompas.id)
Artinya, bahkan di pulau Jawa saja, puluhan juta orang/keluarga ’harus’ bermigrasi meninggalkan kampung halamannya demi sesuap nasi.
Tentunya ini fakta miris dan peringatan dini (early warning) bagi daerah untuk meningkatkan peluang bekerja di wilayahnya.
Dalam satu dekade terakhir, daerah tujuan perpindahan penduduk di Indonesia berubah. Kota-kota utama seperti Jakarta bukan lagi menjadi tujuan pelaku migrasi. Sebagian besar migran telah bergeser ke daerah penyangga (Liputan Khusus Kompas.id.
Walaupun kota besar/ibu kota, tidak lagi jadi tujuan, namun demikian arus migrasi untuk mencari penghasilan dan penghidupan lebih baik masih terus terjadi.
Secara umum ini hanya menggeser tujuan migrasi saja dan tetap belum membuahkan solusi pengurangan arus perpindahan penduduk.
Secara sosiologis, sosialisasi dimaknai sebagai suatu proses belajar peran, status dan nilai yang diperlukan untuk keikutsertaan (partisipasi) dalam institusi sosial (Brinkerhoft dan White dalam (Damsar, 2019).
Maknanya ini adalah proses belajar individu tentang bagaimana menjalani hidupnya. Permalasahannya adalah ketika individu tersebut terus menerus menyaksikan lingkungan sosialnya terus bergerak dan mencari pekerjaan/penghidupan di kota besar.
Maka ia akan berpikir bahwa hidup dan berjuang hidup adalah bergerak mengadu nasib di kota besar.
Horton dan Hunt (1989 dalam Damsar 2019) menjelaskan bahwa sosialisasi adalah suatu proses dengan mana seseorang menghayati (mendarahdagingkan, internalize) norma-norma kelompok di mana ia hidup sehingga timbulah ’diri’ yang unik.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.