Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Terduga Korban TPPO di Myanmar Ungkap Para WNI Diancam Tak Bisa Pulang ke Indonesia

Kompas.com - 02/05/2023, 14:19 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Salah satu keluarga warga negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) sindikat penipuan kerja di Myanmar, berinisial I (53), mengaku anaknya mendapat pengancaman dari pihak perusahaan.

Diketahui, sebanyak 20 WNI yang terkena modus janji pekerjaan di Myanmar, diduga telah disekap, disiksa, diperbudak, dan diperjualbelikan.

Menurut I, dari informasi yang diperolehnya, para WNI di Myanmar itu juga mendapat pengancaman tak bisa pulang dari pihak perusahaan.

“Bahkan, terakhir kita dapat konfirmasi dari anak-anak, yang mana perusaan itu bilang tidak ada yang bisa jemput kalian di sini bahkan Presiden Jokowi pun. Itu statement-nya perusahan kemarin,” kata I selaku salah satu anggota keluarga korban di Lobi Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (2/5/2023).

Baca juga: Bareskrim Selidiki Kasus Dugaan WNI Jadi Korban TPPO di Myanmar

Selain itu, I juga sudah tidak mendapat kabar dari anaknya di Myanmar tersebut.

Oleh karenanya, I menduga anaknya yang tengah berada di Myawaddy, Myanmar itu sedang disekap hingga mendapat siksaan dari pihak perusahaan yang mempekerjakannya.

“Sampai dengan detik ini, kira-kira ada seminggu lah kita udah enggak bisa komunikasi lagi dengan korban. Kemungkinan mereka disekap, udah disiksa, ada penyiksaan,” ujar I.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum (Ketum) Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno juga mengungkapkan hal yang sama.

SBMI merupakan salah satu serikat yang kini ikut mengawal dan menangani 20 pekerja migran Indonesia yang diduga mengalami penganiayaan di Myanmar.

Baca juga: Puluhan WNI Jadi Korban Penipuan Online di Myanmar, Mengaku Disekap, Disiksa hingga Diperjualbelikan oleh Mafia

Menurut Hariyanto, pihaknya sejak beberapa bulan hingga pekan lalu masih mendapatkan kabar dan lokasi dari para korban. Tetapi, kini mereka kehilangan kontak.

“Kalau yang satu bulan yang lalu, kita bisa melihat, share loc masih bisa kita lihat. Sekarang udah enggak bisa lagi. Ini adalah kabar terakhir mereka terancam,” ujar Hariyanto.

Haryanto pun menilai kondisi para korban kini sudah darurat. Oleh karena itu, ia meminta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) segera melakukan upaya pemulangan.

“Maka peran dari Kemenlu sangat penting untuk segera mengeluarkan nota diplomasi misalkan, seperti membebaskan WNI kita yang di Sudan pada hari ini. Itu bisa dilakukan cara yang sama untuk WNI kita yang di Myanmar,” katanya.

Sementara itu, Diplomat Muda Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia Kemenlu, Rina Komaria yang turut melakukan pendampingan ke pihak korban mengaku pihaknya sedang berupaya memulangkan para korban.

Rina mengungkapkan, nota diplomatik terkait 20 WNI itu sudah disampaikan oleh KBRI Yangon, Myanmar kepada otoritas di Myanmar.

Baca juga: Kemenlu Turun Tangan soal Dugaan Puluhan TKI Disekap di Myanmar

Halaman:


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com