JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal mendalami aspek hukum perbuatan Bupati nonaktif Kepulauan Meranti, Riau, Muhammad Adil yang menggadaikan kantornya Rp 100 miliar ke bank.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, materi tersebut akan ditanyakan didalami dalam proses penyidikan dugaan korupsi yang menjerat Adil.
“Kami nanti coba dalami aspek hukumnya melalui pendalaman pada proses penyidikan yang sedang kami selesaikan sekarang ini,” kata Ali saat dihubungi, Sabtu (15/4/2023).
Baca juga: Terungkap, Bupati Nonaktif Meranti Gadaikan Kantornya Rp 100 Miliar, Uangnya Digunakan untuk Hal Ini
Ali mengatakan, jika memang benar Muhammad Adil menggadaikan kantornya ke bank, peristiwa itu menjadi fenomena menarik.
Menurut Ali, sepanjang pengalaman KPK tindakan tersebut baru terjadi kali ini.
“Bila hal itu benar, ini fenomena menarik dan sepengetahuan kami baru kali terjadi,” ujar Ali.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Bupati Kepulauan Meranti, Asmar mengkonfirmasi kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti digadaikan ke bank oleh Adil.
Baca juga: 3 Kali OTT KPK dalam 8 Hari: Bupati Kepulauan Meranti hingga Wali Kota Bandung
Selain kantornya, Adil juga menggadaikan Mes Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kepulauan Meranti.
Menurut Asmar, Mes Dinas PUPR Meranti dan Kantor Bupati digadaikan Adil ke Bank Riau Kepri dengan nilai Rp 100 miliar pada 2022 lalu.
"Yang digadaikan itu Mes Dinas PUPR Meranti dan Kantor Bupati. Aset bangunan dijadikan jaminan pinjaman ke Bank Riau Kepri senilai Rp 100 miliar," kata Asmar saat dihubungi wartawan melalui sambungan telepon, Jumat (14/4/2023).
Asmar menyebut, uang dari pegadaian itu kemudian digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan wilayahnya.
Sejauh ini, dari Rp 100 miliar pinjaman yang diajukan, pihak bank baru mencairkan 59 persen atau Rp 59 miliar.
Baca juga: Penjelasan Bank Terkait Aset Pemkab Meranti yang Digadai Rp 100 Miliar
Saat ini, Pemkab Kepulauan Meranti harus menanggung cicilan Rp 3,4 miliar per bulan.
"Setiap bulan yang harus dibayar sebesar Rp3,4 miliar," kata Asmar.
Sebelumnya, Adil diciduk KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (6/4/2023).
Setelah melakukan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK menetapkan tiga orang termasuk Adil sebagai tersangka.
Adapun dua orang lainnya adalah Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Fitria Nengsih, dan Ketua Tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau, M. Fahmi.
Wakil Ketua Alexander Marwata mengatakan, Adil terlibat dalam tiga klaster kasus korupsi yakni, penerimaan fee dari jasa travel umrah sebesar Rp 1,4 miliar.
Uang itu diterima melalui Fitria yang juga menjabat sebagai pimpinan cabang PT Tanur Muthmainnah yang bergerak di jasa travel umrah.
Kemudian, ia juga memungut setoran uang dari Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Setoran itu bersumber dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GUP) masing-masing SKPD.
“Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan Adil dengan kisaran 5 persen sampai dengan 10 persen untuk setiap SKPD,” ujar Alex.
Selain itu, ia juga diduga menyuap Fahmi Rp 1,1 miliar terkait pemeriksaan BPK di Pemkab Kepulauan Meranti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.