Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Silvanus Alvin
Dosen

Silvanus Alvin adalah dosen di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan penulis buku Komunikasi Politik di Era Digital: dari Big Data, Influencer Relations & Kekuatan Selebriti, Hingga Politik Tawa.

Berebut Suara Gen-Z di 2024: Strategi untuk Parpol dan Kritik

Kompas.com - 21/03/2023, 13:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEBERADAAN Generasi Z atau Gen-Z di Indonesia mencapai 29 persen dari total penduduk. Mereka akan jadi incaran pada Pemilu 2024 mendatang, terutama bagi para Gen-Z yang masuk dalam golongan pemilih pemula dan perdana ikut mencoblos.

Fenomena keberadaan Gen-Z di Indonesia sangatlah penting untuk ditelaah secara mendalam, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Dalam riset yang dilakukan UMN Consulting dengan melibatkan 802 Gen-Z dari Jabodetabek, dapat disimpulkan tiga poin temuan penting. Pertama, Gen-Z paling mudah diterpa oleh informasi politik di media sosial. Kedua, Gen-Z memiliki pandangan pemimpin ideal harus menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), melek digital, dan tidak memiliki riwayat korupsi. Ketiga, Gen-Z memberikan red flag terhadap politisi yang kerap memberikan janji manis serta menggunakan jabatan semena-mena.

Baca juga: Akademisi UMN: Gen Z akan Menjadi Pembeda dalam Pemilu 2024

Riset UMN Consulting ini tentu masih memiliki beberapa limitasi. Salah satunya hanya berusaha merekam Gen-Z di wilayah tertentu, dan bukan representasi dari Gen-Z di Indonesia.

Meski demikian, riset UMN Consulting menjadi penting karena bisa memberikan gambaran awal kepada partai politik yang menjadi peserta pemilu mendatang.

Sementara itu, penelitian kualitatif dengan penerapan focus group discussion (FGD) yang pernah saya lakukan menyimpulkan bahwa Gen-Z memiliki keinginan besar untuk terlibat dalam politik di Indonesia. Namun, pemahaman akan politik dirasakan mereka sangat minim.

Karena itu, para Gen-Z berupaya melakukan pencarian mandiri atau self-learning di media sosial. Temuan ini pun mengonfirmasi temuan dari UMN Consulting.

Dari kedua riset di atas, baik kuantitatif maupun kualitatif, dapat disimpulkan bahwa media sosial menjadi platform yang tepat untuk ‘menyasar’ para Gen-Z.

Namun, pertanyaan selanjutnya, format konten apa yang disukai Gen-Z? Media sosial apa yang tepat untuk Gen-Z? Bagaimana strategi atau pendekatan yang tepat untuk menyasar para Gen-Z?

Berdasarkan data dari Sprout Social Index, Gen-Z lebih menyukai konten dalam format video dan gambar. Konten berupa teks tetap memiliki tempat, tapi sajiannya harus dalam visual serta tidak panjang.

Terkait platform media sosial, beberapa penelitian terdahulu secara garis besar menyimpulkan empat platform utama yaitu Instagram – untuk membangun percakapan melalui konten visual;  YouTube – untuk membangun percakapan dan kepercayaa;  Twitter – untuk percakapan teks yang tidak terlalu panjang;  dan TikTok – percakapan dengan daya hibur berdurasi pendek.

Dalam rangka menyasar Gen-Z, partai politik perlu berpikir selayaknya digital nomaden. Gen-Z tidak pernah ‘loyal’ di satu media sosial, melainkan berpindah mengikuti tren.

Manakala berbicara tentang media sosial, perlu pula menyinggung soal influencer atau selebgram. Dalam konteks teori, mereka dapat dikategorikan sebagai opinion maker. Para influencer ini terlepas dari jumlah pengikutnya (dari mega influencer hingga nano influencer) tetap memiliki potensi untuk mempersuasi.

Gen-Z sangat memperhatikan pengaruh sosial dan lebih cenderung memercayai rekomendasi dan dukungan dari orang-orang yang mereka anggap sebagai panutan. Karena itu, politisi dan partai politik dapat memanfaatkan pengaruh sosial untuk mendapatkan dukungan dari Gen-Z dengan bekerja sama dengan selebriti, influencer, atau tokoh populer level lokal maupun nasional.

Baca juga: 5 Kebiasaan Gen Z Saat Belanja, Sangat Berbeda dengan Generasi Lain

Salah satu poin penting lainnya dalam menyasar Gen-Z adalah penggunaan bahasa dan gaya yang relevan dengan mereka. Gen-Z lebih cenderung menanggapi pesan yang disampaikan dengan bahasa dan gaya yang lebih santai dan relevan dengan kehidupan mereka.

Para politisi dan partai politik harus menyampaikan pesan politik mereka dengan bahasa yang mudah dipahami Gen-Z dan menggunakan gaya yang sesuai dengan budaya populer saat ini.

Ilustrasi pemiluIlustrator: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji Ilustrasi pemilu
Gamifikasi dalam Komunikasi Politik

Terlepas dari media sosial, para Gen-Z saat ini cenderung menyukai dan menikmati gim online.

Dalam pandangan saya, komunikasi politik akan selalu bergerak dari platform ke platform. Platform gim juga tidak lepas dari komunikasi politik.

Sebagai contoh, Presiden Joe Biden dalam kampanye Pilpres Amerika Serikat (AS) ketika berhadapan dengan Donald Trump, menjangkau suara Gen-Z di AS dengan masuk ke gim Fortnite.

Di gim tersebut, ada satu peta khusus yang berisi slogan dan pesan-pesan kampanye. Tujuannya adalah agar Gen-Z yang gemar bermain gim dapat menikmati permainan sekaligus terpapar (secara sadar maupun alam bawah sadar) pesan politik untuk memilih Biden.

Sejatinya, perkawinan antara gim dan politik sudah pernah terjadi di Pilgub DKI 2017 ketika Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang merupakan petahan maju sebagai calon. Gim itu bernama Pejuang Ahok. Namun, gim itu lebih condong pada ranah edukasi politik.

Saat ini, hal yang diutamakan dalam perkawinan gim dan politik adalah sisi politaintment, upaya masif secara tersirat untuk menyebarluaskan pesan politik tertentu.

Oleh karena itu, jangan kaget apabila di 2024, bisa saja ada foto capres-cawapres tertentu di gim yang laris manis di Indonesia.

Patut digarisbawahi, gim dapat menjadi alat yang efektif untuk memfasilitasi komunikasi politik dan membangun pemahaman yang lebih baik tentang proses politik dan tata kelola pemerintahan. Namun, perlu diingat bahwa permainan tersebut hanya dapat memberikan gambaran umum dan terkadang terlalu mensimplifikasi isu atau topik politik yang kompleks dan bervariasi.

Kritik atas Komunikasi Pemasaran Politik

Dari penjelasan di atas, dapat dideduksi bahwa konteks komunikasi politik yang terjadi saat ini menitikberatkan pada paradigma pemasaran. Artinya, Gen-Z (dan bisa saja para pemegang hak suara) dipandang sebagai obyek politik yang diperebutkan.

Isu-isu politik yang berkembang sejauh ini, berbicara pada tatanan elite yakni soal partai mana yang akan berkoalisi. Koalisi ini juga ada tendensi berbicara soal persentase pemenuhan ambang batas pencalonan presiden. Kemudian, isu soal koalisi akan berimplikasi pada siapa tokoh capres cawapres yang akan diusung.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Pemilih Gen Z Cenderung Tak Ingin Golput di Pemilu 2024

Lantas, bagaimana dengan penawaran program? Komunikasi politik bergaya pemasaran saat ini mereduksi para pemegang hak suara, bukan lagi jadi konstituen tapi sekadar obyek semata. Suaranya hanya diperebutkan di masa pemilu.

Maka dari itu, partai maupun politisi lebih menerapkan manajemen citra politik agar lebih bisa ‘terjual’ di mata publik.

Menuju hiruk pikuk Pemilu 2024 yang diprediksi akan tetap bergairah, sudah saatnya komunikasi politik mengurangi paradigma pemasarannya dan lebih mengedepankan fungsinya sebagai wadah edukasi politik. Gen-Z harus diberi pemahaman bahwa politik bukan sekadar memilih di pemilu dan selesai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com