JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Aasasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) soal penundaan tahapan pemilihan umum (pemilu) belum berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Menurut dia, perkara tersebut sebaiknya bergulir terlebih dulu sampai ada putusan yang bersifat inkrah.
"Putusan itu belum inkrah. Kalau putusan belum inkrah maka kita tidak boleh berkomentar. Itu etikanya begitu ya. Dan saya tidak akan kasih komentar apa-apa karena putusan itu belum inkrah," ujar Edward di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (3/3/2023).
"Bahwa pengadilan itu pada kekuasaan yudikatif perkara ini belum inkrah. Biarkanlah perkara itu berjalan sampai betul-betul dia sudah punya kekuatan hukum tetap baru kita berkomentar," ucap dia.
Baca juga: Jokowi Didesak Bersikap Terkait Putusan PN Jakpus yang Perintahkan Pemilu Ditunda
Edward juga enggan memberikan pendapat lebih lanjut mengenai putusan yang ada.
Dia beralasan, saat ini posisinya sebagai Wamenkumham sehingga tidak etis jika memberikan penilaian.
"Saya ini kan saat ini posisinya sebagai pejabat negara. Pejabat negara itu tidak boleh berkomentar terhadap putusan pengadilan yang belum memiliki kekuatan hukum tetap," ujar Edward.
"Karena itu bisa disalahtafsirkan mempengaruhi kekuasaan yang lain. Jadi kita harus saling menghormati sesama lembaga negara ya," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, PN Jakpus memenangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) atas gugatan perdata mereka terhadap KPU, Kamis.
Baca juga: PN Jakpus Dinilai Tak Punya Wewenang Putuskan Penundaan, Pemilu 2024 Harus Tetap Jalan
Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan pada 8 Desember 2022, PN Jakpus memerintahkan KPU menunda pemilu.
"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.
Sebelumnya, PRIMA melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.
Namun, Prima merasa telah memenuhi syarat keanggotaan tersebut dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.