Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Edi Hardum
Advokat

Doktor di bidang hukum; advokat di Kantor "Edi Hardum and Partners". 

Mempersoalkan Vonis untuk Bharada Richard Eliezer

Kompas.com - 17/02/2023, 09:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KASUS dibunuhnya Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) telah selesai disidang dan diputus majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel). Putusan majelis hakim atas para pelaku, dalang sekaligus pelaku, dan yang turut serta melakukan pembunuhan atas Brigadir J ada yang patut diacungi jempol. Namun ada yang perlu dipersoalkan karena akan membawa preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesia ke depan.

Majelis hakim memvonis FS (Ferdy Sambo) dengan hukuman mati dan istrinya PC (Putri Candrawati) dengan hukuman 20 tahun penjara. Putusan itu patut diacungi jempol. Putusan tersebut memenuhi tiga tujuan penegakan hukum yakni kepastian hukum, kemanfataan hukum, dan rasa keadilan.

Hakim memvonis Kuat Ma’ruf, sopir keluarga Sambo, dengan 15 tahun penjara dan Riky Rizal Wibowo, salah satu ajudan, dengan 13 tahun penjara. Putusan itu juga harus diberi jempol.

Namun, ketika majelis hakim memvonis Bharada E atau Richard Eliezer dengan hukuman 18 bulan atau satu tahun enam bulan penjara, di sinilah timbul pro-kontra di antara orang-orang yang belajar hukum.

Baca juga: Eliezer dan Rasa Keadilan Masyarakat

Saya berpendapat, Bharada E seharusnya divonis dengan lebih berat. Dia posisinya berada pada urutan ketiga dari para terdakwa, setelah FS (hukuman mati), PC (20 tahun penjara).

Kenapa? Dia merupakan eksekutor. Ia melaksanakan perintah atasan? Betul! Namun, perintahnya tidak legal dan tidak halal, yakni membunuh orang yang tidak bersalah, membunuh temannya sebagai penegak hukum (polisi), membunuh orang yang dikenalnya sebagai orang baik.

Mengapa Bharada E tidak menolak perintah Sambo sebagaimana dilakukan Riky Rizal Wibowo?

Bharada E dinyatakan telah berlaku jujur. Namun dia jujur ketika sudah ditetapkan jadi tersangka oleh Bareskrim Polri, setelah pihak keluarga melakukan visum et repertum atas mayat almarhum Yosua. Sebelum ia mengaku jujur, Jubir Kompolnas umumkan ke publik bahwa Bharada E dan almarhum terlibat baku tembak. Kenapa bukan waktu itu ia membantah berita rekayasa itu?

Alasan Tidak Dipidana Dalam Hukum

Dalam ilmu pidana dijelaskan sejumlah tindak pidana yang dilakukan seseorang tetapi tidak bisa dihukum karena ada alasan pembenar, pemaaf, dan penghapus. Banyak pakar ilmu pidana menulis soal itu.

Pakar pidana dari Universtas Gajah Mada (UGM), Moeljatno, dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana (2009: 148) menguraikan alasan pembenar, pemaaf, dan penghapus penuntutan tindak pidana.

Pertama, alasan pembenar tidak lain adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukum suatu perbuatan, sehingga apa yang dilakukan terdakwa menjadi perbuatan yang patut dan benar.

Kedua, alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan terdakwa. Perbuatan yang dilakukan terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap merupakan perbuatan pidana. Namun pelakunya tidak dipidana karena tidak ada kesalahan.

Ketiga, alasan penghapus penuntutan. Di sini soalnya bukan ada alasan pembenar maupun alasan pemaaf. Jadi, tidak ada pemikiran mengenai sifat perbuatan maupun sifatnya orang yang melakukan perbuatan, tetapi pemerintah menganggap bahwa atas dasar kemanfaatannya kepada masyarakat, sebaiknya tidak diadakan penuntutan.

Dasar pertimbangan di sini adalah kepentingan umum. Karena perkaranya tidak dituntut, tentu yang melakukan perbuatan tidak dapat dijatuhi pidana.

Contoh Pasal 53 KUHP, kalau terdakwa dengan suka rela mengurungkan niat percobaan untuk melakukan suatu kejahatan.

Ada sejumlah tindak pidana yang tidak bisa dihukum. Pertama, daya paksa. Daya paksa diatur dalam Pasal 48 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), yang berbunyi, ”Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana”. Kata “daya paksa” ini terjemahan dari kata bahasa Belanda overmacht, yang artinya kekuatan atau daya yang lebih besar.

Kedua, daya paksa karena adanya konflik kepentingan. Menurut Moeljatno dalam konflik kepentingan seperti ini, keputusan dari seseorang mengambil tindakan untuk meluputkan dirinya dari bahaya atau kematian tidak dihukum.

Misalnya, si A dan B merebut sebuah papan di laut karena kapal motor tenggelam. Si A misalnya merebut papan dengan menenggelamkan si B demi meluputkan dirinya dari tenggelam di laut. Dalam kasus itu, si A tidak dihukum.

Ketiga, daya paksa saat seseorang terjepit antara kepentingan dan kewajiban. Seorang yang menjalankan kepentingan hanya untuk mempertahan hidupnya atau luput dari bahaya tidak dihukum.

Misalnya, si Polan bepergian jauh dari kampung A ke kampung B. Dalam perjalanan, si Polan haus, maka dia memetik kelapa di kebun C untuk melepas dahaga. Si Polan mengabaikan kewajiban perintah hukum tidak boleh mencuri hanya demi lepas dahaga, maka si Polan tidak bisa atau tidak boleh dihukum.

Keempat, daya paksa yang disebut konflik antara dua kewajiban. Si A misalnya memilih salah satu kewajiban, maka tidak dihukum. Misalnya, pada hari tertentu si A harus menghadiri panggilan polisi di Kota X dan Y. Si A memilih melaksanakan panggilan di Kota X atau Y, tidak bisa dihukum.

Kelima, pembelaan terpaksa (noodweer). Hal ini diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP yang berbunyi, "Barangsiapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum terhadap diri sendiri maupun orang lain terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana”.

Atau dengan singkat dirumuskan sebagai: Barangsiapa terpaksa melakukan pembelaan karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum terhadap diri sendiri, kehormatan kesusilaan atau harta benda, baik kepunyaan sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.

Contohnya, Putri membunuh pria B karena B berusaha memerkosanya atau melakukan pelecehan suksual terhadapnya. Putri tidak dihukum. Contoh lain, si A memukul B sampai pingsan karena B melecehkan istri A secara seksual, A tidak dihukum.

Baca juga: Kubu Kuat Maruf Nilai Ada Ketidakadilan, Singgung Ringannya Vonis Eliezer

Keenam, melaksanakan undang-undang. Hal ini diatur dalam Pasal 50 KUHP yang berbunyi, ”Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana”. Contohnya, polisi yang menembak mati terduga teroris karena si terduga teroris berusaha melawan polisi ketika mau ditangkap.

Ketujuh, melaksanakan perintah jabatan dan/atau atasan. Hal ini diatur dalam Pasal 51 KUHP. Pasal 51 ayat (1) KUHP berbunyi, ”Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana”.

Pasal 51 ayat (2) KUHP berbunyi, ”Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah dengan iktikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan pelaksanaanya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya”.

Mari kita menduga, Barada E melakukan penembakan karena takut. Kalau tidak menembak Brigadir J, dia akan ditembak FS, sehingga kita golongan perbuatannya menembak Brigadi J pada poin pembelaan terpaksa (noodweer). Dalam kasus itu, Riky Rizal Wibowo menolak perintah FS dan dia tidak diapa-apakan oleh FS. Bukankah Bharada E menembak juga karena diimingi uang Rp 1 miliar dari FS?

Jika kita masukan tindakan Bharada E menembak Brigadir J karena melaksanakan perintah jabatan dan/atau perintah atasan, tentu tidak bisa dibenarkan. Karena perintah jabatan dan/atau perintah atasan itu harus perintah yang legal atau halal. Brigadir J adalah polisi, teman Bharada E, ajudan FS. 

Bharada E dinilai jujur, tetapi kejujurannya setelah dia ditetapkan jadi tersangka. Kejujurannya mestinya dihargai dengan tidak menghukumnya dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, tetapi dihukum 15 tahun sudah sesuai dengan perbuatannya.

Karena Barada E dihukum ringan,  lalu muncul dan menyebar stiker di grup-grup WA yang berbunyi, ”Yang nembak (dengan foto Barada E) dihukum 1 tahun 6 bulan penjara, yang nolak menembak (dengan foto Riky Rizal Wibowo) 13 tahun penjara, yang cuman liat doang (dengan foto Kuat Ma’ruT) 15 tahun penjara”.

Menurut saya, majelis hakim PN Jakarta Selatan dalam memutus perkara tersebut telah terpengaruh oleh tekanan masyarakat. Hakim sebagai “Wakil Tuhan” seharusnya independen. Keindependenan hakim tentu untuk kepastian hukum dan kemanfaatan hukum, tidak sekadar memuaskan rasa keadilan masyarakat yang mayoritas tidak paham hukum.

Kalau hakim independen dan memutus perkara sesuai ketentuan hukum maka tujuan hukum untuk ketertiban masyarakat tercapai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com