Binter harus ditempatkan sebagai mekanisme utama guna mendukung dan menopang kekuatan pertahanan bernegara.
Satuan TNI yang dibedakan atas organik dan teritorial, hakekatnya semua memandang binter sebagai sisi terpenting. Tak ada TNI yang kuat tanpa teritorial yang kuat pula. Ia satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Pelaksanaan binter yang maksimal akan mampu mengatasi dan minimal bersiap diri dalam antisipasi ancaman non militer maupun hybrid.
Sisi ancaman militer mungkin tak terlalu kuat karena Indonesia, kendati memiliki daya tarik besar bagi negara lain, tapi relatif tidak memiliki musuh signifikan secara nyata (Subagyo, 2022).
Namun, invasi nonmiliter sudah berlangsung dan terus menggerogoti. Ini yang harus diwaspadai, ancaman tak terlihat, tapi sangat terasa melemahkan.
Binter adalah mekanisme yang bisa diandalkan. Pada pola ini ada unsur pembinaan wilayah, komunikasi sosial dan bakti TNI, yang langsung masuk dan menusuk ke semua komponen di wilayah.
Melaksanakan binter secara maksimal memang tidak mudah juga. Berbagai kendala baik internal maupun eksternal selalu ada.
Soal mind set yang masih memandang bahwa binter sebatas serapan anggaran atau asumsi bahwa urusan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat adalah tupoksinya pemerintah (khususnya daerah) semata, kerap menghambat profesionalitas program.
Termasuk juga belum maksimalnya penganggaran untuk pelaksaan binter yang kemudian menjadi sebab satuan TNI harus membuat ragam kreatifitas agar kegiatan terus berjalan.
Di sisi lain, kesamaan persepsi semua pihak pada tataran ekternal belum menyatu. TNI masih sering dianggap sebagai unsur pembantu dalam berbagai kegiatan, sehingga banyak gagasan kadang sulit terimplementasikan maksimal.
Tumpang tindih kewenangan masih ditemui yang sebetulnya bisa diatasi dengan menyamakan persepsi.
Pada banyak kasus, TNI terbiasa dan ingin bergerak cepat dan taktis, namun terkendala aturan birokrasi yang mengharuskannya mengikuti prosedur yang rigid bahkan kadang berbelit-belit.
Titik tekan utama binter ada pada penguatan kapasitas masyarakat, sementara ini sering bermasalah pada banyaknya campur tangan kepentingan banyak pihak.
Apalagi sudah menjadi rahasia umum pula bahwa keberhasilan di suatu daerah seringkali dijadikan “batu loncatan” untuk pencitraan politik oleh oknum tertentu.
Pendekatan binter adalah pendekatan berbagi pengetahuan dan teknologi, bukan semangat “apa yang akan saya dapat”. Paradigma berpikir seperti ini masih banyak ditemukan di lapangan. Menyulitkan dan sering membuat geram.