Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sanksi bagi Hakim yang Melanggar Kode Etik

Kompas.com - 05/10/2022, 01:15 WIB
Issha Harruma

Penulis


KOMPAS.com – Seluruh sikap dan perilaku hakim harus dituntut menjaga kehormatan dan martabatnya dengan berpedoman pada kode etik yang telah ditentukan.

Kode etik menjadi pedoman bagi hakim dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

Pelanggaran terjadap kode etik akan dikenakan sanksi bagi hakim yang bersangkutan. Tak tanggung-tanggung, sanksi terberat yang dapat dijatuhkan adalah pemberhentian tidak dengan hormat.

Berikut sanksi-sanksi yang akan dijatuhkan kepada hakim yang melanggar kode etik.

Baca juga: Prinsip Kode Etik Hakim

Sanksi bagi hakim pelanggar kode etik

Sanksi atas pelanggaran kode etik hakim diatur dalam Peraturan Bersama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Ketentuan ini berlaku bagi seluruh hakim pada MA dan pada badan peradilan yang berada di bawahnya, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, termasuk hakim ad-hoc dan pengadilan pajak.

Ada tiga jenis sanksi bagi hakim yang melakukan pelanggaran kode etik, yaitu sanksi ringan, sanksi sedang dan sanksi berat.

Tingkat dan jenis sanksi akan diberikan dengan mempertimbangkan latar belakang, tingkat keseriusan dan akibat dari pelanggaran yang dilakukan.

Adapun sanksi ringan terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis atau pernyataan tidak puas secara tertulis.

Sementara sanksi sedang meliputi:

  • penundaan kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun,
  • penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun,
  • penundaan kenaikan pangkat paling lama satu tahun,
  • non-palu (tidak menyidangkan perkara) paling lama enam bulan,
  • mutasi ke pengadilan lain dengan kelas yang lebih rendah, atau
  • pembatalan atau penangguhan promosi.

Sedangkan untuk sanksi berat terdiri dari:

  • pembebasan dari jabatan,
  • non-palu lebih dari enam bulan dan paling lama dua tahun,
  • penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama tiga tahun,
  • pemberhentian tetap dengan hak pensiun, atau
  • pemberhentian tidak dengan hormat.

Selain itu, bagi hakim yang diusulkan untuk dijatuhi pemberhentian tetap dan pembelaan dirinya telah ditolak oleh Majelis Kehormatan Hakim, akan dikenakan pemberhentian sementara berdasarkan keputusan Ketua MA.

Sanksi-sanksi ini berlaku untuk hakim karir pada pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding.

Baca juga: Majelis Kehormatan Hakim: Tugas, Wewenang, Susunan dan Pembentukannya

Sementara untuk hakim di lingkungan peradilan militer, penjatuhan sanksi diberikan dengan memperhatikan peraturan disiplin yang berlaku bagi prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Jenis sanksi berbeda juga akan diterapkan pada hakim ad hoc. Sanksi untuk hakim ad hoc terdiri dari:

  • sanksi ringan berupa teguran tertulis,
  • sanksi sedang berupa non-palu paling lama enam bulan, dan
  • sanksi berat berupa pemberhentian dengan hormat atau tidak dengan hormat dari jabatan hakim.

Sanksi bagi hakim ad hoc ini sama dengan sanksi yang dijatuhkan untuk hakim agung yang melanggar kode etik.

Terkait sanksi yang telah dijatuhkan, Peraturan Bersama MA dan KY menegaskan, setiap hakim tidak dapat mengajukan keberatan atas keputusan tersebut.

 

Referensi:

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com