RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) telah resmi menjadi RUU inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ini suatu langkah maju yang perlu terus didorong!
Beberapa poin populer dari RUU tersebut antara lain soal ibu yang berkerja mendapatkan hak cuti melahirkan hingga enam bulan demi memberikan kesempatan ASI (air susu ibu) ekslusif buat anaknya. Kemudian bapak mendapatkan hak cuti 40 hari untuk membantu istrinya merawat anak yang baru lahir.
Praktik seperti ini telah lama diterapkan di negara-negara seperti di Skandinavia. Ketika kedua anak saya lahir di Norwegia, istri saya mendapat hak cuti hingga satu tahun dan saya sendiri mendapat cuti hingga 12 minggu.
Baca juga: RUU KIA yang Atur Cuti Melahirkan 6 Bulan Disetujui Jadi Inisiatif DPR
Namun ini bukan soal menirunya yang perlu disoroti, walaupun bila itu contoh baik tidak ada salahnya kita adopsi. Yang menjadi fokus saya adalah bahwa bangsa kita seringkali membicarakan penghormatan dan harapan tinggi pada figur ibu sebagai kunci terbentuknya generasi penerus dan masa depan bangsa.
Namun, sejauh ini manifestasinya dalam kehidupan bermasyarakat terkait pemberian hak, fasilitas, dan perlindungan atas kekerasan kepada mereka masih sangat minim, atau masih sebatas retorika. Jika RUU itu nantinya disahkan parlemen menjadi UU, semoga dapat menjadi payung hukum bagi berbagai upaya pemerintah memberikan hak, fasilitas, dan perlindungan bagi ibu dan anak.
Walaupun demikian, sangat perlu dipikirkan perencanaan menyeluruh dari berbagai aspek karena jika menjadi UU, pelaksanaan UU tersebut dapat menimbulkan beberapa konsekuensi yang harus diantisipasi.
Sebagai contoh, penambahan hak cuti ibu yang semakin lama dapat menimbulkan "resistensi" dari instansi pemerintah maupun dunia usaha swasta untuk merekrut pegawai perempuan dengan pertimbangan bahwa perempuan akan sering minta hak cuti.
Bagaimana instansi atau perusahaan membayarkan gaji? Bagaimana mengatur renumerasi atau career progress yang adil antara perempuan dan laki-laki? Bagaimana menjaga kinerja, produktifitas instansi atau perusahaan ketika banyak pegawai perempuannya cuti?
Bila hal-maka hal semacam ini tidak diantisipasi, akan berpotensi menimbulkan kontradiksi dengan upaya pemerintah memberikan kesempatan hak bekerja setara bagi perempuan. Kita juga tak dapat memungkiri bahwa di beberapa bidang industri kita, perempuan masih menjadi andalan tenaga kerja massal untuk menekan biaya produksi serendah mungkin.
Negara-negara Skandinavia memiliki beberapa prasyarat yang sudah establish sebelum menerapkan fasilitas/hak seperti dalam RUU KIA.
Prasyarat itu antara lain:
Saya tidak sedang menawarkan solusi tetapi hendak mengingatkan akan pentingnya perencanaan menyeluruh dan terintegrasi agar pada pelaksanaannya nanti konsekuensi-konsekuensi tersebut ada solusinya.
Jika tidak, justru akan menimbulkan "kontra" dari sejumlah kalangan masyarakat dan malah mungkin menyebabkan langkah maju yang sangat baik ini harus dibatalkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.