JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) mengungkapkan pemotongan dana operasional suatu lembaga zakat tidak boleh lebih dari 12,5 persen.
Hal ini disampaikan Deputi Baznas Arifin Purwakananta dalam acara virtual bertajuk 'Polemik Pengelolaan Dana Filantropi', Sabtu (9/7/2022).
"Biaya operasional di lembaga zakat harus tidak boleh lebih dari 12,5 persen," kata Arifin.
Menurut dia, Kementerian Agama (Kemenag) juga bertugas untuk melakukan audit terhadap ketentuan tersebut.
Baca juga: Dana Sosial Keluarga Korban Lion Air Diduga untuk Gaji Petinggi dan Staf ACT
Ia menambahkan, lembaga Baznas juga selalu diaudit oleh pihak Kemenag.
"Ada aturan kita buat sistem memastikan sumbangan dari uang sendiri bukan kejahatan ataupun hasil TPPU," ujar dia.
Lebih lanjut, Arifin mengatakan bahwa lembaga Baznas juga terus melakukan sosialisasi dan memastikan untuk bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bahkan, menurutnya, Baznas juga memiliki jargon untuk terus mengingatkan semua pihak.
Baca juga: Polri Duga Seluruh Pengurus Yayasan ACT Salahgunakan Dana Donasi untuk Kepentingan Pribadi
"Harus aman sesuai regulasi, setiap zakat aman syarii. Aman NKRI harusnya zakat dihimpun bisa perbaiki bangsa ini," ujar dia.
Adapun belakangan ini ramai soal pemberitaan terkait dugaan penyelewengan dana di lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT).
ACT kerap melakukan kegiatan tanggap darurat, pemulihan pascabencana, serta pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta kegiatan keagamaan seperti kurban, zakat, dan wakaf.
Baca juga: Bertambah, PPATK Blokir Transaksi di 300 Rekening yang Dimiliki ACT
Dugaan penyelewengan ini awalnya mencuat karena majalah Tempo membuat laporan jurnalistik yang berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".
Dalam laporan tersebut diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobil operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.
Dugaan tersebut saat ini juga sedang dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Secara terpisah, Presiden Lembaga ACT Ibnu Khajar membenarkan gaji petinggi ACT khususnya jabatan presiden mencapai Rp 250 juta per bulan.
Gaji fantastis itu mulai diterapkan pada awal tahun 2021. Namun besaran gaji tersebut diturunkan karena donasi berkurang pada September 2021.
Lembaga juga mengakui ada pemotongan sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh per tahun.
Pemotongan tersebut digunakan untuk operasional termasuk membayar gaji. Dia beralasan, banyaknya pemotongan yang dilakukan karena ACT bukanlah lembaga amal, melainkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
"Kami perlu sampaikan di forum ini bahwa ACT adalah lembaga kemanusiaan yang memiliki izin dari Kemensos, bukan lembaga amil zakat yang izinnya dari Baznas atau Kemenag. Jadi ini yang perlu kami sampaikan untuk memahami posisi lembaga Aksi Cepat Tanggap. ACT adalah NGO yang sudah berkiprah di 47 negara," ucap dia, pada 4 Juli 2022.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.