Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makna di Balik Kunjungan Jokowi ke Rusia dan Ukraina

Kompas.com - 01/07/2022, 09:24 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menorehkan sejarah dalam periode pemerintahan yang kedua dengan mengunjungi Ukraina dan Rusia.

Jokowi mengunjungi kedua negara yang tengah bertikai itu dengan misi meretas jalan perdamaian.

Sebagai salah satu pemimpin negara di kawasan Asia, lebih khusus Asia Tenggara, lawatan Jokowi ke kedua negara itu dinilai sebagai terobosan.

Sebab, perang antara Rusia dan Ukraina juga berdampak luas bagi negara lain.

Peperangan membuat Ukraina tidak bisa mengekspor produk biji-bijian seperti gandum yang menjadi sumber bahan pangan di sejumlah negara.

Baca juga: BERITA FOTO: Suasana Pertemuan Jokowi dan Vladimir Putin di Kremlin

Jika produk pertanian itu tidak terkirim, maka diyakini bakal terjadi krisis pangan di dunia.

Krisis pangan itu bisa merembet menimbulkan gejolak sosial dan politik yang bakal membuat kondisi dunia semakin sulit di tengah pandemi Covid-19.

Di sisi lain, kunjungan Jokowi ke kedua negara itu adalah wujud praktik diplomasi Indonesia yang tidak memihak.

Indonesia berupaya netral atau tidak condong ke blok mana pun sehingga berharap bisa diterima semua pihak yang bertikai dengan baik.

Berikut ini sejumlah pendapat terkait makna di balik kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia.

1. Tegaskan posisi nonblok

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kiri) dan Presiden Joko Widodo berjabat tangan dalam pertemuan di Kyiv, Ukraina Rabu 29 Juni 2022.AFP via VOA INDONESIA Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky (kiri) dan Presiden Joko Widodo berjabat tangan dalam pertemuan di Kyiv, Ukraina Rabu 29 Juni 2022.

Pengamat Militer Connie Rahakundini mengatakan, kunjungan Presiden Joko Widodo ke Ukraina untuk bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin mempertegas posisi Indonesia dalam merespons perang Rusia-Ukraina.

Ia mengatakan, Jokowi meluruskan bahwa Indonesia tidak berpihak ke mana pun atau bertahan sebagai negara nonblok.

"Ini sekarang meluruskan bahwa Presiden Jokowi tidak berpihak ke mana pun tapi berpihak pada keputusan non-aligned movement itu yang kita pertahankan," kata Connie dalam acara Satu Meja di Kompas TV, Rabu (29/6/2022).

Baca juga: Misi Jokowi di Ukraina-Rusia: Dorong Perdamaian, Atasi Krisis Pangan

Connie mengatakan, kunjungan Jokowi ke dua negara tersebut perlu diapresiasi karena proses perdamaian kedua negara membutuhkan waktu yang panjang.

Menurut Connie, langkah Jokowi ini menjadi salah satu upaya menciptakan keseimbangan dunia setelah adanya prediksi dari Bank Dunia akan munculnya negara-negara gagal (the failed states).

"Itulah beliau langsung bersemangat menyelesaikan itu (konflik) ke sana," ujarnya.

2. Mencegah krisis pangan dunia

Presiden Joko Widodo dan Presiden Vladimir Putin usai melakukan konferensi pers bersama di Istana Kremlin, Moskwa, Rusia, Kamis (30/6/2022).Dok. Sekretariat Presiden Presiden Joko Widodo dan Presiden Vladimir Putin usai melakukan konferensi pers bersama di Istana Kremlin, Moskwa, Rusia, Kamis (30/6/2022).

Selain mengupayakan perdamaian, kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia juga membawa misi mencegah krisis pangan.

Ukraina dan Rusia adalah negara-negara eksportir biji-bijian seperti gandum hingga sereal ke berbagai negara.

Bahan baku itu menjadi sumber bahan pangan untuk diolah menjadi berbagai macam makanan bagi sejumlah negara.

Dalam peperangan antara kedua negara, Rusia memblokade arus lalu lintas perdagangan Ukraina yang melintasi Laut Hitam dan Laut Azov.

Jika bahan baku pangan itu tidak bisa diekspor, maka akan persediaan akan berkurang yang memicu kenaikan harga bahan pangan mentah dan jadi karena tidak bisa mengimbangi permintaan.

Kenaikan harga bahan pangan berpotensi menimbulkan krisis dan bisa merembet hingga menimbulkan gejolak sosial dan politik.

Baca juga: Jokowi: Presiden Putin Jamin Keamanan Pasokan Pangan dan Pupuk dari Rusia-Ukraina

Maka dari itu dalam kunjungannya ke Ukraina, Presiden Jokowi memastikan ekspor gandum itu benar-benar bisa kembali normal.

Jokowi mengungkapkan, ada 22 juta ton gandum yang tidak bisa keluar dari Ukraina.

Ditambah ada 55 juta hasil panen ke depan dari petani.

”Kalau ini enggak bisa keluar artinya yang bisa impor dari sini kan jadi pusing semuanya. Jumlah yang sangat gede sekali 77 juta ton. Bayangkan kalau tidak bisa keluar,” ucap presiden sebagaimana dilansir dari pemberitaan Kompas.id pada Kamis (30/6/2022).

Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi yang ikut mendampingi Presiden dalam wawancara itu menambahkan, kesulitan saat ini adalah jalur untuk gandum keluar hanya dari Pelabuhan di Odessa.

Namun, ranjau laut yang dipasang oleh Angkatan Laut Rusia jumlahnya sangat banyak sehingga membahayakan lalu lintas perdagangan melalui perairan.

”Kalau ini tidak dibuka harus lewat darat,” ucap Retno.

Menurut Retno, jika hasil panen gandum di Ukraina juga tidak bisa dijual, petani akan mengalami demoralisasi.

Baca juga: Jokowi Nyatakan Siap Jembatani Komunikasi antara Zelensky dan Putin

”Kalau petani mengalami yang terjadi adalah masalah availaibiliy (ketersediaan) kalau sudah tidak mau tanam isunya adalah scarcity (kelangkaan),” kata Retno.

Sementara itu, dalam pernyataan persnya pada Rabu, Presiden Zelensky menyampaikan bahwa dia dan Jokowi membahas beberapa agenda global.

Salah satunya soal melakukan langkah yang memungkinkan untuk membuka blokade Rusia. Tujuannya untuk meneruskan adanya ekspor gandum.

"Dan Rusia juga mengancam adanya kelaparan di dunia dan mereka memblokade ekspor dari Ukraina dan mendisrupsi pasar global," kata Zelensky.

Menurutnya jika blokade dapat dibuka jutaan ton bahan pangan dari Ukraina itu dapat dikirimkan kepada masyarakat.

"Dan apabila tidak ada ambisi dari Rusia kita tidak akan memiliki problem tersebut saat ini dan ini merupakan tantangan global saat ini," kata Zelensky.

"Sebelum invasi Rusia, kita tidak ada ancaman kelaparan dunia, tidak ada krisis pangan. Dan saya sangat menyampaikan terima kasih atas dukungan presiden atas kemerdekaan serta kedaulatan serta integritas teritorial Ukraina," tambahnya.

Baca juga: Bertemu Putin di Kremlin, Jokowi Ungkap 5 Poin Pembicaraan

Dalam pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Istana Kremlin, pada Kamis (30/6/2022), Jokowi juga menyampaikan hal yang sama.

Bahkan menurut Jokowi, Putin menjamin keamanan pasokan pangan dan pupuk dari Rusia ke berbagai negara sehingga tidak menimbulkan krisis pangan.

Dalam pertemuan itu, kedua pemimpin berdiskusi mengenai pangan dan pupuk yang terhambat akibat perang.

Kondisi ini menjadi persoalan kemanusiaan. Akibatnya, ratusan orang terdampak dengan terganggunya rantai pasok pangan dan pupuk.

"Terutama di negara-negara berkembang. Saya sangat menghargai Presiden Putin yang tadi menyampaikan bahwa memberikan jaminan keamanan untuk pasokan pangan dan pupuk baik dari Rusia dan juga Ukraina. Ini sebuah berita yang baik," ujar Jokowi dilansir dari siaran langsung Kompas TV, Rabu malam waktu Indonesia.

Jokowi pun menyampaikan, demi kemanusiaan, dia mendukung upaya PBB melakukan reintegrasi komoditas pangan dan pupuk Rusia serta komoditas pangan Ukraina agar masuk lagi dalam rantai pasok dunia.

Baca juga: Upaya Jokowi Selamatkan Eksistensi KTT G20 di Bali

"Dan khusus untuk jalur ekspor produk pangan Ukraina, terutama melalui jalur laut, tadi sekali lagi Presiden Putin sudah memberikan jaminannya," tuturnya.

Jokowi juga mengatakan, dirinya siap menjadi jembatan komunikasi antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan Presiden Putin.

3. Wujud politik bebas aktif

Ibu Iriana Joko Widodo dan Presiden Joko Widodo menyapa pasien yang merupakan warga terdampak perang Ukraina di Pusat Ilmiah dan Bedah Endokrin, Transplantasi Organ dan Jaringan Endokrin Ukraina di Kota Kyiv, Rabu (29/6/2022).Dok. Sekretariat Presiden Ibu Iriana Joko Widodo dan Presiden Joko Widodo menyapa pasien yang merupakan warga terdampak perang Ukraina di Pusat Ilmiah dan Bedah Endokrin, Transplantasi Organ dan Jaringan Endokrin Ukraina di Kota Kyiv, Rabu (29/6/2022).

Pengamat Hukum Internasional dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr DW Tadeus menilai, kunjungan Jokowi ke Rusia dan Ukraina mempertegas posisi politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.

"Indonesia kembali mempertegas standing position dalam menyikapi konflik Rusia-Ukraina yaitu prinsip politik luar negeri bebas aktif dengan kunjungan Jokowi untuk menemui pemimpin kedua negara yang berkonflik," terang Tadeus ketika dihubungi ANTARA di Kupang, Kamis (30/6/2022).

Menurutnya, kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia menunjukkan bahwa Indonesia tidak bisa diintervensi dalam mengambil keputusan politik menyikapi konflik militer tersebut.

Artinya, Indonesia bebas menentukan sikap berkunjung ke kedua negara tanpa harus berada di sisi Amerika Serikat dan sekutunya untuk mengecam atau menyalahkan Rusia.

Baca juga: Agenda Jokowi Sehari di Ukraina, Bertemu Zelensky dan Undang ke KTT G20

"Jika Jokowi hanya mengunjungi Ukraina, maka patut dinilai sikap politik bebas aktif kita telah diintervensi untuk mendukung salah satu pihak yang berperang," katanya lagi dikutip dari ANTARA.

"Jadi kunjungan ke kedua negara ini menunjukkan Indonesia tidak harus mengikuti maunya Amerika Serikat untuk berpihak ke mereka. Kita punya sikap yang berbeda, sehingga tidak diremehkan dunia."

DW Tadeus menambahkan, pada sisi lain Ukraina dan Rusia tetap menganggap Indonesia sebagai teman, sehingga Indonesia mudah mengambil peran untuk mencoba mendamaikan kedua belah pihak.

"Sikap ini yang ditunggu-tunggu masyarakat dunia dengan harapan agar konflik bisa mereda, sehingga ancaman krisis energi, pangan, dan sebagainya secara global bisa teratasi," katanya.

Menurut dia, jika ke depan perang Rusia-Ukraina dapat mereda, maka Indonesia turut mencatatkan sejarah ikut menciptakan perdamaian dunia melanjutkan apa yang telah dirintis Presiden pertama Indonesia yaitu Soekarno atau Bung Karno.

Baca juga: Usai Bertemu Jokowi, Putin Nyatakan Siap Penuhi Permintaan Pupuk Negara Sahabat, Termasuk Indonesia

Sebagai negara yang berpedoman kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka Indonesia harus ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Selain itu, sesuai amanat pembukaan UUD 1945, kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

(Penulis : Haryanti Puspa Sari, Dian Erika Nugraheny, Aditya Jaya Iswara | Editor : Bagus Santosa, Krisiandi, Aditya Jaya Iswara)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com