Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fahmi Ramadhan Firdaus
Dosen

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember | Peneliti Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember

Apa Kabar Undang-Undang Cipta Kerja?

Kompas.com - 20/06/2022, 14:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SUDAH lebih dari setengah tahun Undang-Undang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi dalam Uji Formil yang termuat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Adanya keterbatasan waktu kurang lebih satu setengah tahun berjalan menjadi tantangan bagi para pembentuk undang-undang (DPR bersama Pemerintah) untuk segera melakukan perbaikan terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.

Setidaknya ada dua catatan penting dalam memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja.

Catatan pertama yang sesungguhnya sudah terpenuhi adalah mengadopsi teknik Omnibus Law dalam sistem perundang-undangan kita dan telah diakomodasi dalam Revisi Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Catatan kedua, agar pembentuk undang-undang taat pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, mengedepankan transparansi dan melibatkan partisipasi publik yang bermakna.

Adopsi metode Omnibus Law

Penerapan metode Omnibus Law tak terlepas dari pro dan kontra. Metode ini dianggap menjadi salah satu upaya konkret dalam mengatasi problem regulasi di antaranya hyper regulasi, disharmonisasi dan tumpang tindih.

Namun di sisi lain, pengaturan mengenai bagaimana pembentukan undang-undang dengan menggunakan metode Omnibus Law belum memiliki dasar hukum yang jelas sebelumnya.

Dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, menegaskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja yang menggunakan metode Omnibus, tidak sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya Lampiran II.

Permasalahan ini langsung direspons oleh pembentuk undang-undang untuk merevisi Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 dengan memasukan teknik Omnibus. Kini revisi Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 telah disahkan menjadi undang-undang.

Atas dasar tersebut membuat revisi Undang-Undang Cipta Kerja memiliki legitimasi formil untuk mengadopsi teknik Omnibus.

Sebelumnya publik memang masih banyak salah tafsir mengira bahwa Omnibus Law adalah nama untuk Undang-Undang Cipta Kerja.

Sesungguhnya Omnibus Law hanya sebagai metode pembentukan undang-undang yang mengandung atau mengatur berbagai macam materi dan subyek yang bertujuan menyederhanakan berbagai undang-undang yang masih berlaku dan tergabung dalam satu paket hukum.

Belajar dari kesalahan

Kunci keberhasilan perbaikan Undang-Undang Cipta Kerja kedepan, yakni agar pembentuk undang-undang patuh dan memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Putusan tersebut dapat dianggap sebagai landmark decision bahwa keterbukaan dan partisipasi dalam pembentukan undang-undang adalah sebuah kebutuhan dan tidak hanya sebagai formalitas.

Kita semua paham bahwa Undang-Undang Cipta Kerja dibentuk untuk tujuan baik yang secara umum mendorong perekonomian dan kemudahan investasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com