Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Umat Buddha Resah soal Ide Kenaikan Tiket ke Stupa Candi Borobudur

Kompas.com - 07/06/2022, 05:41 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Publikasi Dewan Pimpinan Pusat Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Rusli Tan, berharap ada jalan keluar secepatnya supaya perdebatan tentang gagasan kenaikan tarif naik stupa Candi Borobudur tidak berlarut-larut.

Menurut Rusli, umat Buddha di Indonesia tidak ingin persoalan itu justru membuat masyarakat menjadi segan untuk berkunjung ke Candi Borobudur.

"Jadi kami umat Buddha sangat gelisah sebenarnya. Kami ingin supaya di sana ada ketenangan. Bukan bikin orang galau karena enggak bisa masuk," kata Rusli saat dihubungi Kompas.com, Senin (6/6/2022).

Di sisi lain, Rusli juga berharap pemerintah lebih bijak dalam mengelola Candi Borobudur. Sebab, situs itu mulanya memang dibangun sebagai tempat untuk beribadah bagi umat Buddha.

Baca juga: Kenapa Jumlah Wisatawan di Candi Borobudur Harus Dibatasi?

"Candi Borobudur itu dibangun zamannya Dinasti Syailendra. Waktu itu adalah bukan untuk pariwisata, waktu itu adalah untuk sembahyang. Kalau kita istilahkan sekarang ini kan klenteng atau vihara. Kalau dulu kan candi," ujar Rusli yang juga merupakan Ketua Umum Lembaga Keagamaan Buddha Indonesia (LKBI).

Rencana pemerintah menaikkan tarif untuk naik ke stupa Candi Borobudur sebesar Rp 750.000 bagi wisatawan lokal dinilai memberatkan. Hal itu juga dinilai bakal berdampak negatif bagi masyarakat sekitar yang hidup dari kegiatan pariwisata seperti menjual cinderamata, menjajakan makanan dan minuman, sampai kepada pelaku jasa transportasi.

Rusli menyatakan, umat Buddha terkejut dengan rencana pemerintah untuk menaikkan tarif naik ke stupa Candi Borobudur. Bahkan menurut dia jika gagasan itu diterapkan maka bakal melukai perasaan banyak pihak.

"Padahal umat Buddha sangat menjunjung tinggi ajaran kasih sayang," ucap Rusli.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, rencana menaikkan tarif untuk turis lokasi buat naik ke stupa Candi Borobudur belum diputuskan. Sebab, hal itu bakal dibahas oleh Presiden Joko Widodo pada pekan depan.

Baca juga: Sandiaga Sebut Harga Tiket Candi Borobudur Bukan untuk Komersialisasi

“Saya mendengar banyak sekali masukan masyarakat hari ini terkait dengan wacana kenaikan tarif untuk turis lokal. Karena itu nanti saya akan minta pihak-pihak terkait untuk segera mengkaji lagi supaya tarif itu bisa diturunkan," jelas Luhut dalam keterangan tertulisnya, sebagaimana dilansir pada Senin (6/6/2022).

"Rencana tarif tersebut belum final. Akan dibahas dan diputuskan Presiden minggu depan," lanjutnya.

Luhut memastikan rencana kenaikan tarif untuk turis asing menjadi 100 Dollar AS tidak akan berubah. Begitu pula tarif untuk pelajar tetap sesuai rencana yang sebelumnya disampaikan, yakni Rp 5.000.

Sementara untuk sekedar masuk ke kawasan Candi, tarifnya juga tetap di angka Rp 50.000 seperti saat ini.

Luhut juga mengatakan berdasarkan masukan yang diterima, pihaknya tengah mempertimbangkan untuk menyediakan tarif khusus bagi warga Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Baca juga: Pimpinan DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang Harga Tiket Candi Borobudur

Nantinya semua calon turis yang ingin mengunjungi Candi Borobudur diwajibkan untuk melakukan pemesanan secara online. Hal ini dilakukan untuk mengatur aliran pengunjung.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com