Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NASIONAL] Sinyal Prabowo Enggan Koalisi dengan AHY | KPK Tangkap Eks Wali Kota Yogyakarta

Kompas.com - 03/06/2022, 05:43 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Berita tentang perkiraan apakah pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang berharap calon presiden 2024 harus punya pengalaman menjadi yang terpopuler.

Kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan tangkap tangan terhadap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menjadi berada di posisi kedua berita terpopuler.

1. Sebut Calon Presiden Harus Berpengalaman, Prabowo Enggan Koalisi dengan AHY?

Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi menilai, kecil kemungkinan Partai Gerindra akan berkoalisi dengan Partai Demokrat di Pemilu 2024. Sebab, Demokrat sejauh ini menjagokan ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di bursa pemilu presiden (pilpres).

Sementara, Prabowo tegas mengatakan bahwa calon presiden harus sosok yang berpengalaman.

Baca juga: Bertemu Prabowo, Surya Paloh Sempat Bertanya Niatnya Mau Jadi Capres Lagi

"Pernyataan Prabowo yang menyebut capres mendatang harus berpengalaman dan tidak harus dirinya sebetulnya bisa dimaknai Prabowo dan Gerindra tidak akan berkoalisi dengan Demokrat mengingat AHY adalah capres yang digadang-gadang Demokrat memang belum berkecimpung di birokrasi," kata Ari kepada Kompas.com, Kamis (2/6/2022).

2. KPK Tangkap Eks Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan di wilayah Yogyakarta. Dalam kegiatan itu, KPK menangkap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

“Saat ini KPK sedang melakukan tangkap tangan di wilayah Yogyakarta,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri kepada Kompas.com, Kamis (2/6/2022).

“(KPK tangkap) saudara HS (Haryadi Suyuti),” ujar dia.

Ilustrasi KPK.Tribun Jabar/Gani Kurniawan Ilustrasi KPK.

Kendati demikian, Firli belum dapat menyampakan kasus apa yang menjerat eks Wali Kota Yogyakarta itu. Ia meminta masyarakat untuk bersabar menunggu kerja tim penyidik KPK.

“Sampai saat ini rekan-rekan kami masih bekerja dan tolong diberikan waktu untuk menuntaskannya,” papar Firli.

“Pada saatnya nanti KPK akan menyampaikan ke publik dan rekan-rekan media,” ucapnya.

3. Polri Dinilai Nekat jika Tetap Pertahankan AKBP Brotoseno

Keputusan Polri yang mempertahankan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Raden Brotoseno yang merupakan mantan narapidana korupsi tetap berdinas sebagai polisi dinilai langkah nekat.

Menurut ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel, sebelum Polri memutuskan tetap mempertahankan Brotoseno sebagai anggota, seharusnya terlebih dulu mengambil langkah penilaian risiko (risk assessment). Hal itu dilakukan buat menilai sejauh mana sang polisi bermasalah akan berpotensi kembali mengulangi kejahatannya.

"Kalau hasil risk assessment ternyata menyimpulkan bahwa risiko residivismenya tinggi, maka sungguh pertaruhan yang terlalu mahal bagi Polri untuk mempertahankan personelnya tersebut. Terlebih ketika yang bersangkutan ditempatkan di posisi-posisi strategis yang memungkinkan ia menyalahgunakan lagi kewenangannya," kata Reza dalam keterangan pada Rabu (1/6/2022).

AKBP Raden Brotoseno.Foto Tribunnews.com AKBP Raden Brotoseno.

"Jadi, pantaslah kita waswas bahwa personel dimaksud akan melakukan rasuah lagi nantinya," ucap Reza.

Secara terpisah, menurut pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, jika Polri tetap mempertahankan Brotoseno yang merupakan mantan napi korupsi maka bakal berdampak terhadap kredibilitas lembaga.

"Menurut saya, dengan tidak memberhentikan, maka ini akan menurunkan citra dan kredibilitas kepolisian sebagai lembaga publik atau negara. Saya kira ini harus menjadi perhatian presiden atau pemerintah dalam rangka menjaga kredibilitas pemerintahan," ucap Abdul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com