Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Saksi di MK, Ekonom Indef Bantah IKN Akan Bawa Pemerataan Ekonomi

Kompas.com - 13/05/2022, 12:52 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang lanjutan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang dilayangkan Azyumardi Azra dan Din Syamsudin cs. kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (12/5/2022).

Dalam perkara nomor 34 tersebut, para pemohon menghadirkan Fadhil Hasan, mantan staf ahli wakil presiden, juga ekonom INDEF, sebagai saksi yang akan didengarkan keteragannya.

Dalam sidang itu, Fadhil mengungkapkan berbagai argumen guna menunjukkan bahwa IKN tidak menguntungkan negara dari sisi ekonomi.

Menurut dia, argumen yang kerap disampaikan pemerintah bahwa IKN akan memeratakan pertumbuhan ekonomi masih bisa diperdebatkan.

Baca juga: Sidang UU IKN di MK, Ekonom Indef Ungkap Kejanggalan Saat Rapat di DPR

“Kami kemudian mengutip hasil studi yang kami lakukan yang menggunakan suatu metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah bahwa tidak ada bukti dan fakta yang kuat, berdasarkan simulasi, yang kuat pembangunan Ibu kota baru itu akan membawa kepada pemerataan dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi baru seperti itu,” ujar Fadhil, dikutip siaran daring sidang tersebut via akun resmi YouTube MK, Jumat (13/5/2022).

Ia menjelaskan, dampak ekonomi yang dihasilkan oleh IKN, entah mendorong pembangunan atau pemerataan antarwilayah dan provinsi, sangat kecil bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah tadi.

Hal ini dianggap tak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang bakal timbul dengan adanya megaproyek IKN, berdasarkan sejumlah kajian lembaga swadaya masyarakat.

Baca juga: Dipimpin Kepala Badan Otorita, Ini Susunan Tim Transisi IKN

Fadhil pun menerangkan, pemindahan ibu kota bukan merupakan proyek yang visibel untuk jangka panjang.

Pasalnya, kapasitas fiskal terbatas, terlebih Indonesia dihadapkan pada pandemi Covid-19 bertahun-tahun. Pengeluaran negara disebut bertambah besar dan akhirnya memerlukan skema pembiayaan dari utang luar negeri.

“Sehingga dari sisi kapasitas keuangan negara, itu tidak memungkinkan saat ini untuk membangun sebuah proyek besar dalam skala besar seperti IKN tersebut,” ujar Fadhil.

Baca juga: Jika Ditunjuk Presiden, Kepala Otorita IKN Bisa Mejabat Selama Dua Periode

Dalam perkara ini, para pemohon mengajukan tidak hanya uji formil melainkan juga uji materil.

Dari segi uji formil, UU IKN dianggap dibentuk tanpa partisipasi bermakna dari warga negara, padahal Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan.

Jika dikurangi dengan masa reses DPR terhitung 16 Desember sampai dengan 10 Januari 2022, praktis RUU Ibu Kota Negara hanya dibahas 17 hari saja di parlemen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com