Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Presidential Threshold" Digugat Lagi ke MK, Kini Giliran Yusril dan La Nyalla

Kompas.com - 29/03/2022, 20:42 WIB
Fitria Chusna Farisa

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketentuan tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) lagi-lagi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kali ini, penggugat merupakan para pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) RI yang terdiri dari Ketua DPD La Nyalla Mattalitti, dan tiga Wakil Ketua DPD yakni Nono Sampono, Mahyudin, dan Sultan Bachtiar Najamudin.

Dalam gugatan yang sama, Partai Bulan Bintang (PBB) turut menjadi pemohon yang diwakili oleh Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra dan Sekretaris Jenderal PBB Afriansyah Noor.

Baca juga: MK Tolak 2 Gugatan Uji Materi Presidential Threshold, Salah Satunya Diajukan Partai Ummat

Dari berkas permohonan yang diunggah di laman resmi MK, tercatat permohonan uji materi diajukan pada 25 Maret 2022.

Para pemohon meminta supaya Mahkamah menyatakan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi.

"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi petikan petitum pemohon.

Adapun Pasal 222 UU Pemilu mengatakan bahwa "Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya".

Baca juga: Berkali-kali Diuji, Presidential Threshold Selalu Kandas di MK

Menurut La Nyalla dan kawan-kawan, ketentuan tentang presidential threshold telah menghalangi hak para anggota DPD untuk mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.

Kehadiran presidential threshold dinilai hanya memberikan akses khusus kepada para elite politik yang memiliki kekuatan, tanpa menimbang dengan matang kualitas dan kapabilitas serta keahlian setiap individu.

Padahal, begitu banyak putra-putri daerah yang hebat dan mampu serta sangat layak untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden.

"Bahwa eksistensi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu nyatanya telah merugikan daerah dan semakin memperlebar kesenjangan antara daerah dan pusat," demikian petikan berkas permohonan.

Tak hanya itu, menurut Yusril, presidential threshold telah menghalangi partainya untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden. Sebab, pada pemilu sebelumnya suara PBB tak sampai 20 persen dari jumlah kursi DPR.

"Bahwa sebagai partai politik peserta pemilu, Pemohon II seharusnya memiliki hak konstitusional untuk mengusung Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945," bunyi permohonan.

Baca juga: Gugatan Presidential Threshold Tak Diterima MK, Gerindra: Berlawanan dengan Kehendak Masyarakat

Menurut para pemohon, ketentuan tentang presidential threshold yang dimuat dalam Pasal 222 UU Pemilu telah melanggar Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945.

Pasal tersebut mengamanatkan presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat dengan mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilu atau sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti Dok. DPD RI Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) AA La Nyalla Mahmud Mattalitti

Oleh para pemohon, pemberlakuan Pasal 222 UU Pemilu juga dinilai telah mengakibatkan adanya ketidakadilan dan diskriminasi dalam proses pemilu presiden dan wakil presiden.

"Bahwa penyelenggaraan pemilihan presiden tahun 2014 dan tahun 2019 yang menghadirkan 2 (dua) pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang sama, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto, telah memberikan pelajaran berharga bagi para pembentuk kebijakan (policy maker) untuk mengeliminasi atau menghapus pemberlakuan ketentuan presidential threshold karena telah melahirkan kegaduhan politik atau polarisasi dukungan politik yang berlarut-larut dan mengancam rasa aman dan keutuhan masyarakat," bunyi petikan permohonan.

Atas alasan-alasan tersebut, La Nyalla, Yusril, dan para pemohon lainnya meminta Mahkamah mengabulkan permohonan mereka untuk membatalkan ketentuan tentang presidential threshold dalam UU Pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bobby Akan Tetap Minta Rekomendasi ke PDI-P untuk Maju Pilkada Sumut

Bobby Akan Tetap Minta Rekomendasi ke PDI-P untuk Maju Pilkada Sumut

Nasional
RUU MK Belum Disahkan, Puan: Buat Apa Terburu-buru kalau Nanti Tak Bermanfaat

RUU MK Belum Disahkan, Puan: Buat Apa Terburu-buru kalau Nanti Tak Bermanfaat

Nasional
Komisi II Buka Peluang Panggil Pemerintah, Minta Penjelasan Soal Pengunduran Diri Bos Otorita IKN

Komisi II Buka Peluang Panggil Pemerintah, Minta Penjelasan Soal Pengunduran Diri Bos Otorita IKN

Nasional
KPK Akan Konfirmasi Hasto soal Informasi Baru Terkait Harun Masiku

KPK Akan Konfirmasi Hasto soal Informasi Baru Terkait Harun Masiku

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Janji Segera Limpahkan Berkas 20 Tersangka Lain

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Janji Segera Limpahkan Berkas 20 Tersangka Lain

Nasional
5 Pimpinan MPR RI Sambangi Nasdem Tower

5 Pimpinan MPR RI Sambangi Nasdem Tower

Nasional
Adam Deni Divonis 6 Bulan Bui di Kasus Ke-2 dengan Ahmad Sahroni

Adam Deni Divonis 6 Bulan Bui di Kasus Ke-2 dengan Ahmad Sahroni

Nasional
Jokowi Blak-blakan soal Harga lahan di IKN

Jokowi Blak-blakan soal Harga lahan di IKN

Nasional
Pimpinan Komisi II Kritik Putusan MA, Aturan Tak Bisa Diutak-atik demi Kepentingan Pihak Tertentu

Pimpinan Komisi II Kritik Putusan MA, Aturan Tak Bisa Diutak-atik demi Kepentingan Pihak Tertentu

Nasional
Pekan Depan, KPK Panggil Sekjen PDI-P Jadi Saksi Kasus Harun Masiku

Pekan Depan, KPK Panggil Sekjen PDI-P Jadi Saksi Kasus Harun Masiku

Nasional
Pimpinan Otorita IKN Mundur, Posisi Ridwan Kamil Disinggung

Pimpinan Otorita IKN Mundur, Posisi Ridwan Kamil Disinggung

Nasional
Belum Terjual, Mobil Rubicon Mario Dandy Turun Harga Jadi Rp 600 Juta

Belum Terjual, Mobil Rubicon Mario Dandy Turun Harga Jadi Rp 600 Juta

Nasional
Diduga Ada Tekanan Bikin Pucuk Pimpinan Otorita IKN Mundur

Diduga Ada Tekanan Bikin Pucuk Pimpinan Otorita IKN Mundur

Nasional
Pimpinan Otorita IKN Mundur Diduga Akibat Target Kurang Realistis

Pimpinan Otorita IKN Mundur Diduga Akibat Target Kurang Realistis

Nasional
Pengusaha UEA Puji IKN, Jokowi: Saya Enggak Suka Pujian, tapi Kepastian Investasi

Pengusaha UEA Puji IKN, Jokowi: Saya Enggak Suka Pujian, tapi Kepastian Investasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com