Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persoalkan Klaim Banyak Warga Dukung Penundaan Pemilu, Adian Napitupulu: Rakyat Tak Bisa Diklaim Semena-mena

Kompas.com - 13/03/2022, 09:05 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Nasional Aktivis (PENA) 98 Adian Napitupulu meminta elite partai politik dan pejabat yang menggaungkan wacana penundaan pemilu 2024 menggunakan analisis big data, menjelaskan paparan ilmiahnya kepada publik.

Sebab, penundaan pemilu disebut-sebut atas kehendak rakyat jika menggunakan analisis big data. Padahal, Adian melihat ada yang berbeda antara analisis big data dan hasil lembaga survei nasional.

Ia mengatakan, hasil lembaga survei, salah satunya LSI Denny JA menyebutkan 70,7 persen masyarakat menolak perpanjangan masa jabatan presiden, sedangkan hanya 20,3 persen yang mendukungnya.

Baca juga: Wacana Penundaan Pemilu Gunakan Analisis Big Data Dipertanyakan, Adian Napitupulu: Kehendak Rakyat atau Bukan?

"Kalau menurut Muhaimin (Ketua Umum PKB) dan Luhut Binsar Panjaitan (Menko Maritim dan Investasi), berdasarkan Big Data, maka disimpulkan bahwa 60 persen rakyat setuju perpanjangan masa jabatan presiden, dan 40 persen sisanya menolak. Kenapa hasilnya berbanding terbalik?" kata Adian dalam keterangannya, Sabtu (12/3/2022).

Dia menilai, semestinya semua pihak dapat mengetahui mana data yang bisa dipercaya, antara hasil survei dan analisis big data yang digunakan elite partai politik atau pejabat.

Menurutnya, hasil survei jelas dipaparkan oleh lembaga independen. Sementara, analisis big data dipaparkan oleh ketua umum partai dan politisi yang dinilai sudah pasti tidak independen dan sarat kepentingan politik.

Lebih lanjut, politisi PDI-P itu berpandangan bahwa penyampaian hasil big data juga tidak dipaparkan secara ilmiah.

Baca juga: Sekjen PDI-P Sebut Pertemuan Jokowi-Mega Tak Bahas Penundaan Pemilu

Semestinya, kata dia, dijelaskan dalam paparan tentang alat ukur guna menyimpulkan hasil analisis big data bahwa penundaan pemilu atas kehendak rakyat.

Mulai dari metodelogi yang digunakan, angka responden hingga margin of error termasuk lembaga yang membuat analisis big data.

"Kenapa paparan tersebut penting? Karena rakyat tidak bisa diklaim semena-mena, seolah semua atas kehendak rakyat," ujarnya.

"Baiklah kita tunggu sama-sama paparan ilmiah dari instansi yang mengelola dan menganalisa big data tersebut. Semoga ada dan objektif," sambung dia.

Sebelumnya, wacana penundaan pemilu yang berujung pada wacana perpanjangan masa jabatan presiden terus bergulir.

Analisis big data pun digunakan elite politik dan pejabat yang mendukung adanya wacana penundaan pemilu.

Salah satunya adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan. Keduanya dikabarkan menggunakan analisis big data untuk memaparkan bahwa rakyat menginginkan penundaan pemilu.

Menurut Muhaimin, usulan tentang penundaan pemilu 2024 didukung oleh banyak pihak, terutama para warganet di media sosial (medsos).

Klaim tersebut mengacu pada analisis big data perbincangan di medsos. Menurut Cak Imin, dari 100 juta subyek akun di medsos, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persennya menolak.

"Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," kata Muhaimin dalam keterangannya, Sabtu (26/2/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com