JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR Bambang Soesatyo mendorong adanya kajian mendalam terhadap sistem demokrasi pasca reformasi yang ditandai dengan pemilihan langsung.
Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo, berdalih, sistem pemilihan langsung perlu dikaji ulang untuk dinilai kontribusinya terhadap kemajuan bangsa.
"Sejauh mana telah memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa, atau jangan-jangan malah memiliki efek negatif yang lebih besar dibandingkan pemilihan melalui sistem perwakilan seperti yang telah dilakukan jauh sebelum reformasi," kata Bamsoet dalam keterangannya, Kamis (10/3/2022).
Hal itu disampaikannya saat membuka Simposium Demokrasi yang diselenggarakan Progressive Democracy Watch (Prodewa) di Jakarta, Kamis.
Bamsoet pun mengajak lembaga Prodewa untuk melakukan kajian mendalam terhadap sistem pemilihan langsung.
Baca juga: Tahapan dan Anggaran Pemilu 2024 Akan Dibahas Usai Reses DPR
"Kajian mendalam tersebut bisa berpijak dari sila keempat Pancasila yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan," jelasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu kemudian menyoroti indeks demokrasi di Tanah Air. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), yang secara nasional mengalami penurunan selama empat kali, yakni pada periode 2010, 2012, 2015, dan 2016.
"Salah satu rujukan untuk mengukur implementasi dan kualitas demokrasi adalah dengan mengacu pada nilai indeks demokrasi. Secara nasional, data dari Badan Pusat Statistik dapat dijadikan rujukan. Di mana penilaian indeks demokrasi didasarkan pada tiga aspek, yaitu kebebasan sipil, hak-hak politik, dan lembaga demokrasi," ungkapnya.
Lebih lanjut, indeks demokrasi pada tahun 2020 berdasarkan BPS, kata Bamsoet, berada di angka 74,92 atau meningkat dari tahun 2019 sebesar 72,39.
Sebagai pembanding, Bamsoet menggunakan rujukan indeks demokrasi Indonesia di mata dunia yang disusun oleh The Economist Intelligence Unit.
Baca juga: PKB Dorong Penundaan Pemilu jika Ada Dukungan Rakyat
Adapun lembaga itu mengukur kualitas implementasi demokrasi dari lima instrumen, yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi pemerintah, partisipasi politik, budaya politik dan kebebasan sipil.
"Sebagai data pembanding, merujuk pada laporan terbaru dari The Economist Intelligence Unit yang dipublikasikan pada awal Februari 2022, indeks demokrasi Indonesia pada tahun 2021 menempati urutan ke 52 dari 167 negara, dengan nilai 6,71 (pada skala 0 sampai 10)," jelas Bamsoet.
Mencermati data tersebut, Bamsoet menilai, Indonesia patut berbangga bahwa capaian indeks demokrasi pada 2021 meningkat dibandingkan 2020.
Indeks demokrasi Indonesia, kata dia, berada di peringkat 64 dunia dengan nilai indeks sebesar 6,30 yang merupakan skor terendah sejak 2006 ketika The Economist Intelligence Unit mulai menyusun indeks demokrasi.
Namun dii sisi lain, Bamsoet mengatakan bahwa peningkatan indeks tersebut masih belum mampu mengeluarkan posisi Indonesia dari kategori demokrasi tidak sempurna atau cacat demokrasi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.