JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, konflik antara Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan berpotensi memicu krisis pengungsi terbesar sepanjang abad.
Sebab, saat ini menurut data dari organisasi pengungsi dunia atau UNHCR, sudah 1,2 juta orang harus mengungsi ke negara lain karena kondisi perang di Ukraina.
"Apabila krisis berlanjut niscaya akan terjadi 'krisis pengungsi terbesar sepanjang abad'. Inilah yang harus kita sama-sama cegah agar jangan sampai terjadi," ujar Jokowi dalam unggahan melalui akun Twitter resminya @jokowi pada Selasa (8/3/2022).
Baca juga: Netizen Indonesia Diminta Skeptis soal Informasi Konflik Rusia-Ukraina
Presiden pun menilai gagalnya kesepakatan gencatan senjata dalam perang di Ukraina akan menambah parah krisis di negara itu.
Sehingga, Jokowi mengingatkan, perang hanya merupakan persoalan ego yang mengesampingkan persoalan kemanusiaan.
"Gagalnya kesepakatan gencatan senjata di Ukraina bukan hanya mendorong eskalasi konflik bersenjata tetapi semakin bertambahnya korban jiwa dan krisis kemanusian di Ukraina," tutur Jokowi.
Baca juga: Jokowi Buka Suara soal Perang Rusia-Ukraina, Sebut Perang adalah Masalah Ego
"Perang adalah persoalan ego, melupakan sisi kemanusiaan, dan hanya menonjolkan kepentingan dan kekuasaan," tambahnya.
Dalam unggahan itu, Jokowi sama sekali tidak menyebut atau menyinggung negara Rusia.
Narasi serupa yang sama juga dilakukan Jokowi dalam unggahannya terdahulu yang juga diunggah lewat akun Twitternya pada 24 Februari 2021.
Saat itu Jokowi menulis, "Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia".
Baca juga: Politisi PKB: Infonya Reshuffle Akhir Maret, PAN Dapat 1 Kursi Menteri dan Wamen
Cuitan kepala negara itu disampaikan secara singkat dan tanpa memberikan konteks terhadap kondisi peperangan mana yang dimaksud.
Sebagaimana diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin pada 23 Februari 2022 mendeklarasikan perang dengan Ukraina.
Saat itu Putin mengeklaim Rusia sedang melakukan operasi militer khusus untuk mendemiliterisasi Ukraina.
Hingga kini terhitung sudah 13 hari operasi militer dilancarkan.
Perkembangan terakhir, Presiden Vladimir Putin mengatakan, operasi militernya di Ukraina bisa disetop asalkan Kyiv berhenti melawan dan memenuhi tuntutan Moskw.
Hal tersebut disampaikan Putin ketika berbicara via telepon dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Layanan pers Kremlin yang dikutip media Rusia TASS, Minggu (6/3/2022), melaporkan pembicaraan kedua pemimpin tersebut.
“Vladimir Putin menginformasikan kemajuan operasi militer khusus untuk melindungi Donbass, menyampaikan pendekatan dan penilaian utama dalam konteks ini, menjelaskan secara terperinci tujuan dan tugas yang ditetapkan,” kata Kremlin.
Baca juga: Jimly: Jika Amendemen Konstitusi demi Atur Masa Jabatan Presiden, Ada Potensi Presiden Dimakzulkan
Kremlin melanjutkan, setiap upaya proses negosiasi yang gagal dimanfaatkan oleh tentara Ukraina untuk mengumpulkan kembali kekuatan dan sarananya.
“Sehubungan dengan itu, ditegaskan bahwa penghentian operasi khusus hanya dimungkinkan jika Kyiv menghentikan aksi militer dan memenuhi tuntutan Rusia yang telah dibuat dengan sangat jelas,” lapor Kremlin.
Adapun juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Senin (7/3/2022) membeberkan berbagai hal yang menjadi tuntutan Rusia untuk Ukraina, yaitu: