Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kritik untuk Jokowi: Lu Jual Gue Beli

Kompas.com - 19/12/2021, 13:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ALKISAH di suatu masa, Nasruddin Hodja berpergian bersama putranya dengan membawa serta keledai mereka yang kurus.

Nasruddin memutuskan agar putranya saja yang naik keledai itu.

Di perjalanan, orang-orang memandang Nasruddin dan putranya dengan heran.

“Lihatlah anak itu. Sungguh anak yang tidak sopan dan tidak berbakti sama sekali. Ayahnya sudah tua, lelah berjalan dan menuntun keledainya. Sedangkan ia? Enak-enakan aja duduk di punggung keledai,” kritik warga.

Putra Nasruddin merasa malu. Ia bergegas turun dari keledai dan meminta ayahnya untuk menggantikannya naik keledai itu.

Ia berharap bahwa tidak ada lagi orang akan mengkritik mereka.

Namun harapan putra Nasruddin sepertinya sia-sia juga.

“Lihatlah bapak itu! Sama sekali tidak punya belas kasihan pada putranya yang kelelahan. Sebagai orangtua, seharusnya ia mengalah dan membiarkan putranya yang menaiki keledai itu!” kritik salah seorang di antara kerumunan warga yang melihat Nasruddin dan putranya.

Nasruddin dan putranya mulai kesal karena kritik demi kritik yang diucapkan warga. Begini salah, begitu juga salah.

Akhirnya mereka memutuskan tidak ada seorang pun di antara mereka yang naik keledai. Nasruddin dan putranya sama-sama berjalan dengan menuntun si keledai.

Namun orang-orang kembali mencibir mereka.

“Sepasang orang bodoh, bapak dan anaknya sama-sama 'bego'. Punya keledai kok tidak ditunggangi? Siang bolong begini mau-maunya berjalan kaki!” kritik warga.

Nasruddin menyerah. Ia berujar ke putranya,”Nah susah sekali yah melepaskan diri dari kritik orang? Semuanya serba salah!”.

Kisah sufi kelahiran Desa Hortu Sivrihisan, Eskisehir, Turki ini bisa jadi akan tetap “aktual” dan relevan dengan atmosfer politik nasioal kita saat ini.

Kritik demi kritik yang dilontarkan kelompok atau individu yang tidak sepaham dengan rezim yang berkuasa, terus gencar disuarakan.

Kritik keras dan terbuka yang dilontarkan Wakil Ketua Umum Majelis Umum Indonesia (MUI) Anwar Abbas di forum Kongres Ekonomi Umat Islam II MUI pada Jumat, 10 Desember 2021, tidak urung memantik reaksi langsung dari Presiden Joko Widodo.

Kebetulan acara ini dibuka dengan resmi oleh Presiden Jokowi.

Awalnya Anwar Abbas menyampaikan kritik mengenai masih terjadinya kesenjangan di masyarakat.

Menurut dia, masih banyak rakyat yang kini sudah sejahtera, tetapi hanya dinikmati dari kalangan tertentu saja.

Tingginya kesenjangan tersebut terbukti dari masih besarnya angka indeks gini ekonomi dan indeks gini bidang pertanahan.

Sebagian besar lahan di tanah air dikuasai oleh kalangan tertentu saja.

Dari data yang dikutip Anwar Abbas, indeks gini bidang pertanahan yang menyentuh angka 0,59 berarti 1 persen penduduk Indonesia menguasai 59 persen lahan yang ada di negeri ini.

Sementara 99 persen penduduk Indonesia sisanya, hanya menguasai 41 persen lahan yang tersisa.

Padahal jumlah usaha besar hanya 0,001 persen dengan jumlah pelaku usaha di sekitaran jumlah 5.550 serta memiliki aset di atas 10 miliar dolar AS.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com