Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD Sebut Indonesia Lahir Berlandaskan Penghormatan HAM

Kompas.com - 17/11/2021, 13:34 WIB
Tatang Guritno,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menerangkan, berdirinya Indonesia sebagai sebuah negara berlandaskan pada penghormatan pada Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal itu disampaikan Mahfud saat membuka Festival HAM 2021 yang diadakan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Semarang. Jawa Tengah, Rabu (17/11/2021).

“Sehingga saat kita merdeka, langsung menetapkan Pasal 27 sampai Pasal 34 UUD 1945 itu adalah (tentang) HAM, mencakup hak sipil, hak politik, hak ekonomi sosial dan budaya, dan hak tentang lingkungan hidup,” jelas Mahfud.

Setelah era Orde Baru berakhir, lanjut Mahfud, Bangsa Indonesia ingin lebih mengimplementasikan HAM dengan lebih komprehensif.

Maka, dalam amandemen UUD 1945 tahun 1999, lanjut Mahfud, berbagai ketentuan terkait HAM ditambah begitu signifikan.

Baca juga: Pesan Mahfud MD ke Anies Berantas Pungli di Pelayanan Publik Jakarta

“Bahkan ada yang menghitung 1.800 persen pertambahan kata HAM didalam Amandemen UUD 1945 yang baru,” sebut dia.

Mahfud mengungkapkan, penghormatan Indonesia akan HAM di era reformasi tak hanya berkutat pada pelaksanaan aturan saja.

Lebih jauh, berbagai lembaga didirikan sebagai wujud komitmen negara untuk melindungi, menghormati dan menjamin HAM.

“Kita membentuk Komnas HAM, yang awalnya diatur dalam Keputusan Presiden (Kepres), kita masukkan ke Undang-Undang, juga diberi kewenangan melakukan penyelidikan pelanggaran HAM,” papar dia.

“Kemudian (untuk mencegah) pelanggaran HAM yang menyangkut pembuatan peraturan dibuat Mahkamah Konstitusi, ada hakim yang suka nakal dan melanggar HAM maka dibuat Komisi Yudisial, untuk saksi-saksi yang takut kita buat LPSK, dan untuk pelanggaran HAM pada sekor ekonomi, Kejaksaan Agung aja tidak cukup, maka kita buat KPK,” tuturnya.

Baca juga: Mahfud: Sekarang Ancaman Militer Berkurang, tetapi Suatu Saat Bisa Terjadi

Mahfud tak menutup mata masih banyak pelanggaran HAM yang terjadi dan belum diselesaikan pemerintah.

Ia mengajak seluruh elemen masyarakat dan pemerintah bersatu untuk membantu penuntasan kasus-kasus tersebut.

“Masih banyak masalah, mari kita perbaiki bersama, tidak boleh kita terbelenggu dalam keadaan seperti ini,” pungkas dia.

Diketahui sampai saat ini terdapat 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum diselesaikan pemerintah.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam berharap, agar ada satu pelanggaran HAM berat masa lalu yang bisa diselesaikan pemerintahan Presiden Joko Widodo sebelum kekuasannya berakhir.

“Sampai sekarang belum ada satu kasus pun istilahnya pecah telur,” kata Anam ditemui di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/10/2021).

Baca juga: Mahfud: Jika Pemerintah Jawab Kritik Bukan Berarti Antikritik

Adapun 12 pelanggaran HAM berat di masa lalu yang belum terselesaikan adalah Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius tahun 1982-1985, kasus Talangsari tahun 1989, Peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan II di tahun 1998-1999.

Kemudian Kerusuhan Mei 1998, Penghilangan Paksa tahun 1997-1998, Wasior 2001 Wamena tahun 2003 dan Pembunuhan Dukun Santet tahun 1998.

Pemerintah juga belum menyelesaikan kasus Simpang KAA tahun 1999, Jambu Keupok 2003, Rumah Geudong di rentang waktu 1989-1998 serta Peristiwa di Painai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com