Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengetatan Syarat Remisi Koruptor Dihapus, Denny Indrayana: Kemunduran Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 29/10/2021, 22:06 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penghapusan ketentuan soal pengetatan syarat pemberian remisi untuk narapidana koruptor dinilai sebagai kemunduran dalam agenda pemberantasan korupsi.

Penghapusan itu dilakukan Mahkamah Agung (MA) melalui putusan uji materi empat pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

“Ini makin menunjukkan bahwa kita set back dalam agenda pemberantasan korupsi,” kata mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana kepada Kompas.com, Jumat (29/10/2021).

Baca juga: Korupsi Diprediksi Meningkat Setelah Pengetatan Syarat Remisi Koruptor Dihapus MA

Menurut Denny, semangat pemberantasan korupsi yang menjadi cita-cita reformasi perlahan dilumpuhkan.

“KPK sudah mati suri melalui perubahan Undang-Undang (KPK), pengetatan remisi kembali dihilangkan, sehingga sebentar lagi kita akan kembali mengalami obral remisi,” kata dia.

Berdasarkan PP Nomor 99 Tahun 2012, pemberian remisi dapat dilakukan jika narapidana kasus korupsi bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara atau berstatus justice collaborator.

Status tersebut dinyatakan secara tertulis oleh instansi penegak hukum, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan Agung.

Syarat lainnya, narapidana telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.

Namun, syarat tersebut dihapus melalui putusan MA yang mengabulkan uji materi Pasal 34A ayat (1) huruf a dan b, Pasal 34A ayat (3), dan Pasal 43A ayat 1 huruf a, serta Pasal 43A ayat (3) PP 99/2012.

Dengan demikian pemberian remisi untuk narapidana korupsi tidak dibedakan lagi. Syarat pemberian remisi untuk koruptor sama dengan narapidana kasus tindak pidana lain.

“Dan kita akan semakin permisif pada terhadap para pelaku korupsi,” kata Denny.

Baca juga: MA Cabut PP 99 Tahun 2012, Koruptor Lebih Mudah Dapat Remisi

Adapun, uji materi diajukan oleh Subowo dan empat rekannya yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Klas IA Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Para pemohon menguji empat pasal terkait syarat pemberian remisi dan pembebasan bersyarat itu terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

MA mengabulkan permohonan uji materi dengan beberapa alasan. Pertama, pemidanaan tidak hanya dilakukan dengan memenjarakan pelaku agar memberikan efek jera, namun juga harus sejalan dengan prinsip restorative justice.

Kedua, narapidana adalah subjek yang sama dengan manusia lainnya, sehingga sangat mungkin melakukan kekhilafan. Maka, yang harus diberantas bukan narapidananya, namun faktor-faktor yang menyebabkan tindakan pidana itu terjadi.

Alasan ketiga yakni persyaratan mendapatkan remisi tidak boleh dibeda-bedakan.

MA juga menilai syarat pemberian remisi di luar syarat pokok semestinya menjadi hak remisi di luar hak hukum yang telah diberikan.

Sebab, segala fakta di persidangan telah menjadi pertimbangan hakim untuk memperberat hukuman.

Terakhir, MA berpandangan pemberian remisi merupakan kewenangan Lapas.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com