Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Pembelajaran Tatap Muka di Tengah Pandemi Covid-19...

Kompas.com - 29/09/2021, 08:54 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mulai menginstruksikan dimulainya Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas kala penularan Covid-19 mulai terkendali.

Alasannya, pemerintah mulai mengkhawatirkan peserta didik mengalami ketertinggalan pendidikan (learning loss) selama menjalani pembelajaran jarak jauh. Hal itu akan berimbas pada kualitas SDM Indonesia beberapa tahun ke depan.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menyatakan saat ini ada 80 hingga 85 persen masyarakat yang mendukung kebijakan PTM di sekolah.

Baca juga: Pemerintah Diminta Antisipasi Lonjakan Kasus Covid-19 pada Anak Pasca-PTM dan Pembukaan Mal

 

Hal tersebut yang kemudian menjadi pegangannya dalam mendorong kebijakan PTM terbatas.

“Mayoritas 80 sampai 85 persen dari masyarakat kita menginginkan kita kembali tatap muka. Itu jadi pegangan saya, saya di sisi orangtua dan murid-murid kita,” ucap dia.

Kekhawatiran learning loss

Lebih lanjut, Nadiem mengungkapkan kekhawatiran terbesarnya apabila PJJ terus dilakukan, mulai dari learning loss hingga dampak psikis yang bisa menerima peserta didik.

“Tapi, yang lebih menyeramkan lagi buat saya adalah dampak permanen daripada PJJ. Ini yang saya wanti-wanti setiap kepala daerah, setiap pemerintah daerah,” ungkapnya.

Sementara itu Koordinator Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali sekaligus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengakui bahwa banyak tantangan yang harus dihadapi dalam penyelenggaran sekolah tatap muka.

Baca juga: PTM Terbatas SDN 06 Beji Depok Belum Ada Kendala, Siswa Patuh Prokes

Namun demikian, pemerintah tetap menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) demi mencerdaskan generasi muda bangsa.

"Bahwa ada tantangan di sana-sini yes, tapi kita lebih takut dan ngeri lagi kalau generasi yang akan datang jadi tidak berpendidikan dan jadi bodoh," kata Luhut.

Sejauh ini, kata Luhut, tidak ada masalah yang tak bisa dikendalikan pemerintah dalam penyelenggaraan PTM terbatas di masa pandemi.

Ia mengklaim bahwa sistem yang dibangun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Kemendikbud Ristek terkait hal ini sudah cukup baik. Namun demikian, Luhut tak menampik bahwa semua kebijakan memiliki risiko tersendiri.

"Jadi seperti dalam opeprasi militer selalu saya katakan calculated risk, apa pun yang kita buat tentu ada risikonya," ujarnya.

Luhut tidak ingin kegiatan belajar mengajar terus dilakukan secara daring karena bakal merusak generasi mendatang.

"Akan lebih besar risikonya kalau sampai skeolah tdiak jalan, itu merusak generasi yang akan datang," kata dia.

Pemerintah diminta antisipasi klaster PTM

Menanggapi potensi terjadinya klaster penularan Covid-19 dari PTM, Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah segera melakukan langkah antisipasi

“Berdasarkan data di lapangan, mulai terjadi kasus hingga klaster Covid-19 di beberapa sekolah setelah penerapan PTM terbatas. Pemerintah harus segera lakukan langkah antisipasi agar kasus Covid-19 pada anak tidak terus meningkat,” kata Netty

Netty mengatakan, sebelumnya sejumlah pihak seperti organisasi guru yang tergabung dalam Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) telah meminta pemerintah untuk menunda PTM.

Menurut dia, seharusnya pemerintah mempertimbangkan masukan dari organisasi pendidik sebelum memutuskan penerapan PTM.

“Jangan menutup mata dan telinga dari pertimbangan mereka yang memahami betul kondisi lapangan," ujarnya.

Baca juga: Nadiem: Tutup Sekolah Saya Disalahkan, Sekarang Buka Disalahkan, Enggak Apa-apa Sudah Biasa

 

Apalagi, tambah dia, berdasarkan data pada 23 September 2021, vaksinasi anak usia 12-17 tahun dari target 26 juta, baru terlaksana 12,79 persen untuk dosis 1 dan 8,84 persen untuk dosis 2.

Melihat data itu, Netty menilai bahwa realisasi vaksinasi bagi anak 12 hingga 17 tahun masih rendah.

"Artinya, masih banyak anak yang datang ke sekolah dalam kondisi belum divaksinasi,” tambahnya.

Lebih lanjut, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpendapat, masih banyak sekolah yang belum memenuhi standar kesiapan belajar.

Hal itu dinilainya lantaran banyak sekolah yang belum memenuhi aspek kesiapan PTM, seperti ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, ketersediaan fasilitas kesehatan, dan pemetaan warga sekolah.

"Baru 59 persen sekolah yang mengisi Daftar Periksa Kesiapan Pembelajaran Tatap Muka,” katanya.

Hal senada disampaikan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Mereka meminta PTM yang sudah digelar tetap menjamin tidak adanya penularan virus corona.

Baca juga: Nadiem Khawatir Anak-anak Makin Lama Lakukan Pembelajaran Jarak Jauh

 

Ketua Umum IDAI Aman Bhakti Pulungan mengatakan, pihaknya meminta hal tersebut karena berdasarkan data yang dihimpun IDAI hingga Agustus lalu masih banyak anak yang terkonfirmasi positif Covid-19.

"Kami minta PTM yang aman sehat dan bisa menjamin kesehatan anak Indonesia," ujar Aman di acara Update Kajian IDAI Terkait Covid-19 pada Anak: Pembelajaran Tatap Muka, yang digelar secara virtual, Minggu (26/9/2021).

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com