Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Glorifikasi terhadap Saipul Jamil Tunjukkan Lemahnya Sistem Pemulihan Korban Kekerasan Seksual

Kompas.com - 06/09/2021, 16:50 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Penayangan yang berlebihan ketika bekas terpidana kasus pencabulan dan penyuapan, Saiful Jamil, bebas dari penjara menunjukkan lemahnya sistem pemulihan korban kekerasan seksual.

Terkait hal itu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) telah mengirimkan surat kepada 18 lembaga penyiaran terkait siaran pembebasan Saipul Jamil dari penjara. KPI meminta agar seluruh lembaga penyiaran tidak melakukan amplifikasi dan glorifikasi, serta membuat kesan perayaan atas pembebasan Saipul Jamil.

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) Poppy R Dihardjo mengatakan, glorifikasi terhadap Saipul Jamil menunjukkan persoalan serius di masyarakat.

“Ini menunjukkan masalah serius, tidak hanya pada mentalitas atau komitmen stasiun televisi dalam melihat kasus kekerasan seksual yang ternyata masih sangat permisif, tetapi juga dampak dalam memberi keadilan dan pemulihan bagi korban," ujar Poppy kepada Kompas.com, Senin (6/9/2021).

Baca juga: Hentikan Glorifikasi terhadap Saipul Jamil, Hapus Normalisasi Kekerasan Seksual

Menurut Poppy, media massa seharusnya memperhatikan aspek penyebar informasi dan edukasi bagi masyarakat, ketimbang mengejar rating.

Ia mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002, penyiaran bertujuan untuk memperkokoh integrasi nasional, membina watak dan jati diri bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memajukan kesejahteraan umum.

“Kok bisa-bisanya mantan terpidana masuk ke program TV dengan skenario yang begitu insensitif seolah-olah mengolok hukum di Indonesia,” ucapnya.

Fenomena glorifikasi terhadap Saipul Jamil juga memperlihatkan urgensi pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Poppy mengatakan, hukum yang ada saat ini tidak mengatur pembatasan ruang gerak terpidana kekerasan seksual, misalnya pencabutan sebagian hak kerja, tampil di televisi atau terlibat dalam kegiatan politik.

“Makanya kita butuh RUU PKS karena RUU PKS mengatur pidana tambahan salah satunya pencabutan hak politik,” pungkas Poppy.

Baca juga: Jangan Buka Trauma Korban, Saipul Jamil Tak Perlu Diglorifikasi

Saipul Jamil bebas dari Lapas Cipinang pada 2 September 2021. Ia bebas murni setelah mendapat remisi sebanyak 30 bulan dari dua kasus yang menjeratnya, yaitu penyuapan dan pencabulan.

Kebebasan Saipul Jamil pun disambut meriah. Para penggemar menyambutnya bak pahlawan. Beberapa stasiun televisi pun mengundang Saipul Jamil sebagai bintang tamu setelah ia bebas.

Belakangan, muncul sebuah petisi boikot Saipul Jamil dari TV dan YouTube. Petisi itu diunggah pada laman change.org, pada Jumat (3/9/2021), yang dimulai oleh akun Let's Talk And Enjoy dan ditujukan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Petisi tersebut menyoroti kasus Saipul Jamil pada 2016, yakni kasus pencabulan anak di bawah umur dan kasus suap.

Menurut akun yang memulai petisi ini, mantan narapidana pencabulan anak tak pantas hadir di televisi untuk konsumsi umum. Sebab, korban mungkin masih memiliki trauma dan rasa takut saat melihat pelaku di televisi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com