Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerap Pakai Kekerasan Dinilai Bukti Aparat Tak Paham Aturan PPKM Darurat

Kompas.com - 16/07/2021, 20:17 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya berbagai kekerasan dalam penegakan aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat dinilai merupakan bukti ketidakpahaman aparat pada aturan itu sendiri.

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyebut kurangnya pemahaman pada aturan itu menimbulkan kekerasan dan arogansi muncul dalam proses penindakannya.

"Sebenarnya itu dampak kebijakan PPKM darurat yang memang tidak ada satu aturan yang jelas, baik dipahami masyarakat dan petugas PPKM di lapangan," jelas Trubus pada Kompas.com, Jumat (16/7/2021).

Baca juga: Muhadjir Effendy Sebut PPKM Darurat Diperpanjang hingga Akhir Juli

"Nah kemudian kerena kurangnya pemahaman itu menyebabkan watak-watak kekerasan dan arogansi," kata dia.

Trubus mencontohkan ketidakjelasan itu terkait dengan ketentuan sektor mana yang boleh dibuka dan mana yang mesti tutup atau melakukan aktivitas melalui work from home.

"Ketika diimplementasikan di lapangan ternyata enggak mudah, yang namanya sektor keuangan itu turunannya ada banyak, misalnya asuransi. Nah sektor energi turunannya apa saja, logistik turunannya apa saja, itu kita tidak tahu," ungkap dia.

Karena ketidaktahuan itu, lanjut Trubus, aparat yang bekerja untuk menegakkan aturan PPKM darurat hanya bekerja sesuai perintah.

"Petugas PPKM itu tidak tahu yang penting melaksanakan perintah, seperti robot, tanpa mempertimbangkan sisi kemanusiaan, dialog, musyawarah dan silaturahmi," ucap Trubus.

Disisi lain terjadi public distrust atau ketidakpercayaan publik pada pemerintah karena menghadapi situasi yang tidak jelas.

"Masyarakat juga emosi karena menghadapi situasi tidak jelas akibat PPKM darurat tidak tersosialisasikan dengan baik," sebutnya.

Sebagai informasi Rabu (14/7/2021) kasus kekerasan yang dilakukan aparat penegak PPKM Darurat terjadi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Kekerasan itu dilakukan oleh seorang petugas Satpol PP kepada pasangan suami istri bernama Nur Halim (26) dan Riana (34) di sebuah warung kopi.

Baca juga: Pimpinan Komisi III Minta Aparat Humanis Amankan PPKM Darurat

Aksi kekerasan yang dilakukan seorang Satpol PP itu terekam di kamera closed-circuit television (CCTV) dan viral di media sosial.

Nur Halim mengaku saat kejadian ia telah menutup warung kopi miliknya, namun ia dan istrinya masih berada disana untuk berjualan di media sosial Facebook:

"Kami ikuti aturan yang ada dan mereka masuk tegur kami bahkan memukul kami," cerita Nur Halim, Kamis (15/7/2021).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com