Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Polemik Pegawai KPK, Ngabalin: Bukan Pembangkangan terhadap Presiden

Kompas.com - 28/05/2021, 15:32 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, tidak ada pembangkangan yang dilakukan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Presiden Joko Widodo dalam proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Menurut dia, tudingan pembangkangan itu muncul sebagai bentuk kebencian sejumlah pihak terhadap Ketua KPK Firli Bahuri.

"Bukan saja tidak tepat, tapi itu bentuk kebenciannya, bentuk kebencian siapa-siapa kepada Firli (Firli Bahuri, Ketua KPK)," kata Ngabalin kepada Kompas.com, Jumat (28/5/2021).

Baca juga: PBNU: Presiden Perlu Dapat Keterangan Langsung KPK soal Pemberhentian 51 Pegawai

Presiden memang sebelumya menyampaikan bahwa tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam proses alih status pegawai KPK tidak serta merta menjadi dasar pemberhentian pegawai.

Diksi "serta merta", kata Ngabalin, dapat diartikan sebagai adanya unsur, elemen, dan faktor-faktor lainnya yang bisa menjadi pertimbangan dalam proses alih status, yang menyebabkan seorang pegawai boleh atau tidak boleh diberhentikan.

Namun demikian, proses alih status pegawai memiliki prosedur tersendiri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, kewenangan manajemen ASN diberikan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Sementara itu, proses alih status pegawai diatur dalam Peraturan Badan Kepegawaian Negara RI Nomor 26 Tahun 2019 tentang Pembinaan Penyelenggara Penilaian Kompetensi Pegawai Negeri Sipil.

Ngabalin yakin dalam proses alih status pegawai KPK BKN sudah menggunakan metode asesmen yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

"Menurut aturan BKN Nomor 26 Tahun 2019 itu dia menilai tentang kompetensi manajerial dan sosial budaya yang kemudian kita kenal dengan tes wawasan kebangsaan, itu dilakukan dengan metode asesmen center," ujar dia.

Baca juga: Tak Percaya 51 Pegawai Sulit Dibina, Lakpesdam PBNU Sayangkan KPK soal Pemberhentian

Oleh karena itu, Ngabalin heran jika ada pihak yang menyebut bahwa pemberhentian 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK merupakan bentuk pembangkangan terhadap presiden.

Dalam proses alih status pegawai KPK, kata dia, presiden boleh berpendapat, tetapi sifatnya tidak memerintah.

Apalagi, sebagaimana bunyi Pasal 3 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019, KPK merupakan lembaga independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenanganya.

"Artinya apa, tidak boleh ada satu orang pun yang memaksa presiden untuk melanggar undang-undang," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK diberhentikan karena dinilai tidak bisa mengikuti pelatihan dan pembinaan lanjutan.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, hanya ada 24 pegawai yang dinilai layak mengikuti pelatihan dan pendidikan wawasan kebangsaan. Setelah mengikuti pelatihan lanjutan, 24 pegawai itu dapat diangkat menjadi ASN.

Baca juga: 51 Pegawai Diberhentikan, Pimpinan KPK dan BKN Dinilai Cederai Kehormatan Presiden

Adapun Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan, hasil TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan para pegawai yang tidak lolos tes. Seharusnya, hasil tes menjadi masukan untuk memperbaiki KPK.

"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (17/5/2021).

Pemberhentian 51 pegawai KPK itu pun menuai kritik dan dinilai sebagai bentuk pembangkangan terhadap presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com