JAKARTA, KOMPAS.com - Informasi mengenai kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-10 untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi kembali menarik perhatian pembaca Kompas.com.
Pasalnya di dalam persidangan terungkap bahwa aliran dana fee bansos mengalir ke mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, artis Cita Citata, hingga untuk pembelian sepeda Brompton.
Artikel yang berisikan tentang aliran dana fee bansos itu pun menjadi berita terpopuler di desk nasional Kompas.com.
Selain itu, manuver yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang membajak Partai Demokrat juga masuk ke dalam deretan berita populer di desk nasional Kompas.com
Dalam artikel tersebut digambarkan bahwa aksi yang dilakukan Moeldoko sangat tidak etis sebagai seorang pejabat negara.
Berikut paparannya:
1. Aliran Dana Fee Bansos untuk Juliari hingga Cita Citata
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso membeberkan rincian penggunaan uang Rp 14,7 miliar yang berasal dari fee perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Hal itu diungkapkan Joko saat bersaksi untuk dua terdakwa penyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, yakni Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/3/2021).
"Rp 14,7 miliar yang diberikan ke menteri kurang lebih sebesar itu. Dari jumlah itu, Rp 8,4 miliar saya berikan ke Pak Menteri melalui Pak Adi," kata Joko saat sidang, dikutip dari Antara.
Adapun Adi yang dimaksud merupakan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Sekretariat Jenderal Kemensos sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Kantor Pusat Kemensos tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos Covid-19.
Joko dan Adi juga berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap bansos penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek pada tahun 2020.
Selengkapnya baca juga: Dalam Sidang, Terungkap Aliran Dana Fee Bansos: Untuk Juliari, Cita Citata, hingga Pembelian Brompton
2. Manuver Moeldoko, Anomali Politik, dan Etika Berdemokrasi
Terpilihnya Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dinilai menjadi anomali politik dan demokrasi.
Moeldoko terpilih melalui kongres luar biasa (KLB) yang digelar kubu kontra-Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).
"Dari perspektif demokrasi, peristiwa KLB Sumut ini bisa dikatakan sebagai anomali politik dan demokrasi, tentu tidak lazim," kata peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, Sabtu (6/3/2021).
Selengkapnya baca juga: Manuver Moeldoko: Anomali Politik dan Masalah Etika Berdemokrasi
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.