Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Korupsi Mensos Juliari, Bansos Berbentuk Sembako Dinilai Perlu Dikaji

Kompas.com - 09/12/2020, 14:50 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Sejumlah pihak mendorong agar penyaluran bantuan sosial untuk penanganan pandemi Covid-19 melalui pemberian sembako dikaji kembali karena rentan penyimpangan.

Penyimpangan terkait pemberian bansos dalam bentuk sembako tersebut terkuak dalam kasus dugaan suap yang menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara.

”Penyaluran bansos dengan model sembako memang rentan penyimpangan. Selain kick back atau fee yang diminta, sering kali besaran bantuan tidak sesuai dengan nominal bantuan yang seharusnya diberikan. Jadi, masyarakat miskin dirugikan berlipat-lipat,” kata Sekjen Seknas Fitra Misbakhul Hasan dikutip dari Kompas.id, Rabu (9/12/2020).

Baca juga: Mensos Ditahan KPK, Sejumlah Yayasan di Tanah Bumbu Kalsel Akan Kembalikan Bansos

Misbakhul menuturkan, bansos sembako juga memiliki kelemahan karena proses pengadannya yang secara langsung membuat vendor yang ditunjuk sering tak kompeten dan mengandalkan suap.

Di sisi lain, pejabat pembuat komitmen tak berintegirtas karena meminta atau mau diberi fee proyek oleh vendor yang ditunjuk.

Misbakhul mengatakan, kasus dugaan korupsi yang menjerat Juliari pun dapat terjadi karena proses pengadaan yang menggunakan penunjukan langsung.

Akibatnya, pihak vendor dan Juliari dapat menegosiasikan fee yang akan disetor. Dalam kasus Juliari, vendor diduga menyetor Rp 10.000 per paket sembako senilai Rp 300.000 per paket.

Senada dengan Misbakhul, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan berharap agar tak ada lagi pemberian bansos sembako dan diubah menjadi pemberian uang tunai.

"Seharusnya (bansos) diberikan secara tunai karena risiko salah terima dan penyelewengan lebih kecil,” kata Pahala.

Menurut Pahala, pemberian bansos secar tunai lebih mudah ditelusuri dan diaudit karena ada jejak transaksinya.

Pihak bank pun dapat mengecek para penerima sehingga potensi salah kirim dapat ditekan.

Namun, pengajar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Airlangga Gitadi Tegas Supramudyo menilai perubahan bansos sembako ke tunai bukan solusi terbaik untuk mencegah korupsi.

"Pemberian bantuan tunai masa lalu juga terjadi pemotongan. Ada dua cara, diberikan penuh, tetapi ada kickback penerima sesuai kesepakatan atau dipotong lewat broker sebagai lembaga jasa yang membantu dan notabene kepanjangan tangan oknum," ujar dia.

Gitadi pun menyarankan agar penyaluran bansos mempertimbangkan tim penyalur bantuan dan disertai penegakan hukum yang tegas.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Juliari sebagai tersangka karena diduga menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sebesar Rp 17 miliar.

Uang tersebut diberikan oleh perusahaan rekanan yang menggarap proyek pengadaan dan penyaluran bansos Covid-19.

Baca juga: Usai Mensos Terciduk KPK, 2 Yayasan di Tanah Bumbu Kembalikan Dana Bansos

Atas perbautannya, Juliari disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain Juliari, KPK menetapkan empat tersangka lain dalam kasus ini yakni Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian I M dan Harry Sidabuke.

Matheus dan Adi merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial yang diduga turut menerima suap sedangkan Ardian dan Harry adalah pihak swasta yang menjadi tersangka pemberi suap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com