Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Suap Proyek PUPR, Pengusaha Hong Artha Dituntut 2 Tahun Penjara

Kompas.com - 07/12/2020, 21:56 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Direktur dan Komisaris PT Sharleen Raya Hong Artha John Alfred.

JPU KPK menilai Hong Artha terbukti menyuap mantan anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti dan eks Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary dalam kasus proyek Kementerian PUPR.

"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) menyatakan terdakwa Hong Artha Jhon Alfred terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah bersama-sama melakukan berbarengan beberapa tindak pidana korupsi," kata JPU KPK Budhi Sarumpaet di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/12/2020), dikutip dari Antara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan denda sebesar Rp 150 juta subsider kurungan selama 3 bulan," sambung Budhi.

Menurut JPU KPK, hal yang memberatkan bagi Hong Artha adalah perbuatannya tidak mendukung upaya Pemerintah dalam memberantas korupsi serta merusak citra dan kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian PUPR.

Baca juga: Pengusaha Hong Artha Didakwa Beri Suap Rp 11,6 Miliar ke Eks Anggota DPR dan Eks Kepala BPJN IX

Sedangkan, hal yang meringankan bagi Hong Artha adalah belum pernah dihukum, kooperatif selama pemeriksaan di persidangan, dan menyesali perbuatannya.

Dalam perkara ini, Hong Arta bersama Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa Sokok Seng alias Aseng dinilai telah memberi suap Rp 11,6 miliar kepada mantan anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti dan eks Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary.

Suap tersebut dimaksudkan agar ketiganya mendapatkan paket proyek Program Aspirasi dari anggota Komisi V di wilayah kerja BPJN IX Maluku dan Maluku Utara berdasarkan Daftar Iisan Proram dan Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016.

JPU KPK mengatakan, pemberian uang tersebut dilakukan dalam tiga rangkaian perbuatan.

Pertama, pemberian uang Rp 8 miliar dalam bentuk dollar AS kepada Amran untuk suksesi selaku Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.

Uang tersebut diberikan dalam dua tahap yakni Rp 7 miliar pada 13 Juli 2015 dan Rp 1 miliar pada akhir Juli 2015.

Kedua, pemberian 'dana satu pintu' sebesar Rp 2,6 miliar dalam bentuk dollar AS kepada Amran untuk pengurusan paket proyek program aspirasi dari Komisi V DPR RI.

Baca juga: KPK Rampungkan Penyidikan Tersangka Kasus Suap Proyek Kementerian PUPR Hong Artha

Uang tersebut diserahkan Abdul Khoir kepada Amran melalui seorang bernama Imran S Djumadil pada 22 Agustus 2015.

Ketiga, pemberian uang sebesar Rp 1 miliar dalam bentuk dollar AS kepada Damayanti Wisnu Putranti yang diserahkan pada 26 November 2015 melalui seorang bernama Erwantoro dan Dessy A Edwin.

JPU KPK menilai Hong Artha telah melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com