JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kasus Covid-19 ditemukan selama tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Tak hanya penyelenggara pemilu yang diketahui positif Covid-19, para bakal calon kepala daerah juga didapati hal yang sama.
Namun, meski pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda dalam waktu dekat, perhelatan Pilkada 2020 justru diwarnai dengan aksi pelanggaran terhadap protokol kesehatan oleh bakal calon dan para pendukung mereka.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mencatat, setidaknya terdapat 243 pelanggaran protokol kesehatan pada saat pendaftaran bakal calon kepala daerah pada 4-6 September 2020.
Baca juga: Soal Kerumunan Saat Pendaftaran Pilkada, Jokowi: Tak Bisa Dibiarkan!
Adapun bentuk pelanggaran yang dilakukan beragam, mulai dari kandidat yang membawa pendukung dan mengerahkan massa saat pendaftaran, hingga tidak diterapkannya protokol jaga jarak antar pendukung.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, pihaknya telah memberikan imbauan kepada para bakal calon kepala daerah untuk tidak menciptakan kerumunan serta mematuhi seluruh protokol kesehatan yang berlaku.
Imbauan tersebut telah disampaikan kepada Bawaslu di tingkat daerah dan telah disosialisasikan kepada para kandidat sebelum masa pendaftaran. Namun dalam kenyataannya, masih banyak kandidat yang justru melanggar protokol kesehatan.
"Tentu sekali lagi ini menjadi review, evaluasi bagi penyelenggara karena masih akan ada potensi pengerahan massa pada tahapan-tahapan berikutnya," kata Abhan saat konferensi pers virtual, Senin (7/9/2020).
Baca juga: KPU Diminta Tegas Tegakkan Protokol Kesehatan atau Tunda Pilkada
Ia menambahkan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada memang tidak mengatur tentang adanya sanksi pidana bagi para pelanggar protokol kesehatan.
Namun, Bawaslu memiliki wewenang untuk memberikan rekomendasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjatuhkan sanksi administratif sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pilkada 2020 Dalam Kondisi Bencana Nonalam Covid-19.
Sementara itu, terkait sanksi pidana yang dapat diberikan kepada pelanggar protokol kesehatan, menurut Abhan, hal itu menjadi wewenang kepolisian dan kejaksaan.
Aparat berwenang, imbuh dia, dapat menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam sejumlah peraturan. Misalnya, Undang-undang Nomor 6 Tahuh 2018 tentang Karantina Wilayah, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit, peraturan daerah, hingga Peraturan Menteri Kesehatan.
Baca juga: Saat Presiden Minta Waspadai Klaster Keluarga, Pilkada, hingga Perkantoran...
Sanksi tegas
Ketua Tim Pakar sekaligus Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta, agar KPU dan KPUD dapat menegakkan aturan yang telah mereka buat terkait dengan pelanggaran protokol kesehatan.
Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19, akumulasi kasus positif Covid-19 telah mencapai 196.989 orang hingga 7 September 2020.
"KPU dan KPUD harus menegakkan aturan yang dibuatnya," kata Wiku saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (8/9/2020).
Hingga kemarin, KPU mencatat terdapat 728 bakal pasangan calon (bapaslon) kepala daerah yang telah mendaftar ke KPUD.
Dari jumlah tersebut, 25 bapaslon maju di tingkat provinsi. Sedangkan 603 bapaslon mendaftar sebagai kandidat di tingkat kabupaten, dan 100 bapaslon medaftar sebagai kandidat di tingkat kota.
Baca juga: Ramai-ramai Langgar Protokol Kesehatan Saat Daftar Pilkada 2020
Presiden Joko Widodo pun meminta agar Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis serta jajaran Bawaslu untuk menindak tegas para pelanggar protokol kesehatan pada setiap tahapan Pilkada 2020.
"Saya minta ini Pak Mendagri urusan yang berkaitan dengan klaster pilkada ini betul-betul ditegasi betul, diberikan ketegasan betul," tegas Jokowi seperti dilansir dari laman Setkab.go.id.
"Polri juga berikan ketegasan mengenai ini, aturan main di pilkada, karena itu jelas di PKPU-nya sudah jelas sekali. Jadi ketegasan, saya kira Mendagri nanti dengan Bawaslu agar ini betul-betul ini diberikan peringatan keras," imbuh dia.
Jokowi mengingatkan, jangan sampai penyelenggaraan pilkada justru memunculkan klaster penyebaran virus corona baru.
Baca juga: Kerumunan Massa di Pendaftaran Pilkada Kota Mataram...
Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin.
Menurut dia, tahapan pendaftaran pilkada yang diwarnai banyak pelanggaran protokol kesehatan, tidak sejalan dengan upaya pemerintah dalam menekan laju penyebaran virus corona dan mencegah munculnya klaster baru.
Oleh karena itu, ia meminta agar aparat penegak hukum dan penyelenggara hukum menindak tegas para pelanggar protokol kesehatan.
"Kita apresiasi Kemendagri yang telah menegur calon kepala daerah yang menimbulkan kerumunan massa saat proses pendaftaran dan meminta KPU dan Bawaslu untuk memberikan sanksi tegas terhadap cakada (calon kepala daerah) yang melanggar protokol kesehatan," kata Aziz dalam keterangan tertulis.
Baca juga: Cegah Potensi Klaster Pilkada, Satgas Covid-19: KPU Harus Tegakkan Aturan
Usulan ditunda
Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo menilai, tidak seharusnya bakal calon kepala daerah melakukan mobilisasi massa di tengah situasi pandemi seperti saat ini.
Sebab, hal itu dapat berpotensi mengakibatkan penularan virus corona di tengah masyarakat.
KPU, sebut Bamsoet, juga harus tegas terhadap setiap kandidat yang melanggar protokol kesehatan.
"KPU berhak menunda penerimaan pendaftaran cakada bersangkutan sebelum arak-arakan dibubarkan sebagai antisipasi penularan Covid-19 terhadap petugas penerima pendaftaran termasuk cakada-nya sendiri dan massa pendukungnya," kata dia dalam keterangan tertulis.
Berdasarkan data KPU, ada 37 calon kepala daerah yang saat ini dinyatakan positif Covid-19. Jumlah tersebut, belum termasuk para penyelenggara pemilu yang dinyatakan positif Covid-19.
Baca juga: Jika Protokol Kesehatan Kerap Dilanggar, Perludem Usul Pilkada Ditunda
Tahapan Pilkada 2020 sendiri diketahui masih cukup panjang hingga saat pencoblosan pada 9 Desember mendatang. Untuk tahapan kampanye saja, misalnya, akan berlangsung selama 71 hari terhitung sejak 25 September hingga 5 Desember 2020.
Sejumlah kalangan pun telah mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai potensi penyebaran Covid-19 pada setiap tahapan pilkada. Terlebih, bila melihat banyaknya pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh bakal calon kepala daerah pada massa pendaftaran kemarin.
"Hanya masalah waktu saja, apalagi di daerah yang intervensi testingnya rendah. Artinya tinggal menunggu lonjakan kasus. Ini yang harus diantisipasi," ucap epidemiolog Griffith University Dicky Budiman kepada Kompas.com, Senin (7/9/2020).
Baca juga: Ini 5 Paslon yang Langgar Protokol Kesehatan Saat Mendaftar Pilkada di Banten
Pemerintah pun diharapkan dapat menunda pelaksanaan Pilkada 2020, bila terbukti muncul klaster baru di dalam pelaksanaan pilkada.
"Jika pemerintah, KPU dan DPR tidak dapat memastikan protokol kesehatan akan dipenuhi secara ketat, kami mendesak agar tahapan Pilkada 2020 ditunda terlebih dahulu," kata anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini seperti dilansir dari Antara, Senin (7/9/2020).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.