Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KPU Ungkap Beda Serangan Siber di Pemilu Dulu dan Kini

Kompas.com - 28/08/2020, 11:42 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengungkap perbedaan serangan siber yang terjadi pada pemilihan umum sebelum dan sesudah tahun 2014.

Menurut Arief, sejak Pemilu 2014, serangan siber makin masif karena kian canggihnya teknologi informasi.

Serangan siber masuk ke ranah privat penyelenggara dan kian sulit dikontrol.

"2014 menuju ke 2019 itu peningkatan penggunaan konten privat itu makin tinggi, serangan juga makin tinggi," kata Arief saat menghadiri sebuah acara di Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat, dipantau melalui YouTube Bawaslu RI, Jumat (28/8/2020).

Baca juga: BSSN Catat Adanya 88,4 Juta Serangan Siber Selama Pandemi Corona

Arief bercerita bahwa dirinya telah menjadi penyelenggara pemilu sejak 1999. Oleh karenanya, ia tahu betul perkembangan penyelenggaraan pemilu Tanah Air.

Selama Pemilu 2004 dan 2009, umunya serangan siber menyasar ke situs daring KPU.

Namun, pada Pemilu 2014 dan 2019, serangan itu masuk ke ranah privat seperti surel, media sosial, hingga WhatsApp penyelenggara.

Pada 2019, serangan siber makin luas hingga menimbulkan hoaks yang luar biasa.

"Sejak pemilu 2014 email saya di-hack, kemudian akun medsos saya, jadi ya Arief Budiman, bukan yang (situs) KPU. Itu sudah mulai di-hack satu-satu," ujar Arief.

"Bahkan Whatsapp saya, ini kan jalur informasi yang digunakan melalui media internet, itu mulai diserang," tuturnya.

Baca juga: Hadapi Pilkada 2020, PDI-P Siapkan Tim Siber

Arief khawatir serangan siber menjadi semakin masif di gelaran Pilkada 2020.

Apalagi, Pilkada tahun ini akan banyak memanfaatkan teknologi informasi, mengingat adanya pembatasan pertemuan langsung akibat pandemi Covid-19.

Meski KPU telah mengatur masa kampanye Pilkada yakni pada 26 September hingga 5 Desember, Arief memprediksi, kampanye di luar jadwal masih akan terjadi melalui media sosial.

Dengan masifnya penggunaan media sosial, pengawasan kampanye pun dinilai kian sulit dilakukan.

Oleh karenanya, kata Arief, perlu kerja keras para penyelenggara terkait hal ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com