JAKARTA, KOMPAS.com - Petugas Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Tengah menangkap Ketua Adat Laman Kinipan, Effendi Buhing pada Rabu (26/8/2020).
Penangkapan ini disinyalir berhubungan dengan konflik lahan yang sudah berlangsung sejak 2018.
Konflik tersebut melibatkan masyarakat adat Laman Kinipan dan perusahaan PT Sawit Mandiri Lestari (SML).
Buhing menjadi salah tokoh yang cukup getol menolak pembabatan hutan adat yang telah mereka kelola turun-temurun.
Baca juga: Tokoh Adat Sebut 37 Warga Besipae Pendatang dan Baru Menempati Lahan Itu Tahun 2011
Koalisi Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) mengecam tindakan aparat Polda Kalimantan Tengah karena penangkapan tersebut diduga tanpa berdasarkan alasan yang jelas.
"Pak Buhing ditangkap secara paksa. Oleh Polda Kalimantan Tengah disebut tidak kooperatif kalau dilihat dari rilis," ujar ujar Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi dalam konferensi pers, Kamis (27/8/2020).
Dikutip dari pontianak.tribunnews.com yang dilansir dari pers rilis Koalisi Keadilan untuk Kinipan, Buhing dijemput paksa di rumahnya di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.
Dalam video yang diterima Koalisi, Buhing sempat menolak dibawa petugas dengan karena tidak adanya kejelasan mengenai alasan penangkapannya.
Rukka menyebut, Buhing sempat menolak ditangkap karena ia ingin pemeriksaannya harus didampingi pengacara.
Rukka menilai, penolakan yang dilakukan Buhing sudah sesuai haknya karena pemeriksaan wajib didampingi kuasa hukum.
Selain mengabaikan hak sebagai warga negara, Rukka mengecam keras apa yang dilakukan petugas.
Sebab, pada saat penangkapan, Buhing diseret dari rumahnya oleh petugas berseragam senjata lengkap.
"Yang jadi keprihatinan kami, polisi datang ke kampung seperti menangkap teroris, datang dengan senjata lengkap, berpakaian lengkap, menarik beliau untuk ikut," ujar Rukka.
Baca juga: Temui Tokoh Adat Kaltim, Jokowi Minta Izin soal Pemindahan Ibu Kota
Ia mengatakan, konflik yang terjadi di Laman Kinipan mengalami ekskalasi sejak Mei 2020 hingga saat ini.
Mereka telah mengadukan kasus tersebut ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (KLHK), Kantor Staf Kepresidenan (KSP), hingga Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.