Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Perdagangan Orang, Pemerintah Didorong Inspeksi Ketenagakerjaan di Kapal Perikanan

Kompas.com - 13/08/2020, 10:04 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia dan sejumlah lembaga mendorong pemerintah melakukan inspeksi atau pengawasan ketenagakerjaan bersama di kapal ikan asing.

Dorongan tersebut dilakukan supaya pekerja Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing maupun dalam negeri mendapat perlindungan.

"Saat ini pengawasan atau inspeksi tenaga kerja bagi awak kapal perikanan di Indonesia baik di dalam maupun luar negeri belum pernah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia," ujar Koordinator Nasional DFW Indonesia, Moh Abdi Suhufan dalam keterangan tertulis, Rabu (12/8/2020).

Baca juga: Menlu Retno Minta Pemerintah China Tegakkan Hukum Terkait ABK Indonesia di Kapal China

Abdi menjelaskan, dorongan inspeksi tersebut juga berangkat dari beberapa fakta yang kerap dialami pekerja Indonesia di kapal ikan asing.

Antara lain, menurut Abdi, mulai dari perekrutan yang sarat tipu daya, human trafficking, eksploitasi pekerja, gaji rendah, overtime, dan kondisi lingkungan kerja tidak layak.

Menurut Abdi, upaya inspeksi ini juga dilakukan karena Kementerian Ketenagakerjaan sebagai instansi yang memiliki mandat untuk melakukan pengawasan tenaga kerja memiliki keterbatasan.

Keterbatasan tersebut meliputi ketersediaan sumberdaya manusia, belum adanya aturan teknis pelaksanan pengawasan awak kapal perikanan, serta belum adanya alat dan instrumen untuk melakukan inspeksi di kapal perikanan.

Baca juga: Dua ABK WNI Loncat dari Kapal Ikan Asing, Polisi Ungkap Perusahaan yang Berangkatkan

Padahal, Abdi menjelaskan, saat ini terdapat 30 regulasi dan aturan terkait ketenagakerjaan dan perlindungan awak kapal perikanan.

"Terdapat 30 regulasi dari UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri terkait yang mengatur hal tersebut dan perlu didorong agar dapat diberlakukan secara efektif," kata Abdi.

Sementara itu, Senior Program Officer ILO Indonesia, Lusiani Yulia mengatakan, berdasarkan pembelajaran program ILO, pelaksanaan inspeksi bersama membutuhakn kerja sama semua pihak.

"Paling penting dan tidak boleh terlupakan adalah komitmen pengusaha dan pekerja untuk mau bekerjasama terlibat dalam program inspeksi tersebut," kata Lusi.

Baca juga: Loncat dari Kapal Ikan Asing, Dua ABK WNI Terapung-apung Selama 7 Jam

Berdasarkan catatan DFW Indonesia, dalam periode 22 November 2019 hingga 19 Juli 2020 atau kurang lebih 7 bulan terdapat 13 orang korban Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal ikan berbendera China.

Korban tersebut dengan rincian 11 orang wafat dan 2 orang hilang. Terbaru, ABK Indonesia asal Bitung bernama Fredrick Bidori pada 19 Juli 2020 meninggal di rumah sakit Peru setelah mengalami kecelakaan kerja di kapal ikan berbendera China Lu Yan Tuan Yu 016.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Satu Pejabat Pemprov Malut Jadi Tersangka Baru Kasus Gubernur Abdul Ghani Kasuba

Nasional
RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

RI Ajukan Penyesuaian Pembayaran Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae ke Korsel, Kemenhan Jelaskan Alasannya

Nasional
 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jemaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com