JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, pihaknya akan memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim untuk meminta penjelasan terkait kebijakan Program Organisasi Penggerak (POP) yang melahirkan polemik di masyarakat.
Huda menyebutkan, Komisi X sedang mendiskusikan rencana pemanggilan Nadiem di internal komisi, karena harus melewati prosedur tertentu saat masa reses.
"Secara prosedural kami akan bahas dulu di rapat internal Komisi, setelah rapat internal komisi nanti kami minta izin dari Pimpinan DPR RI, karena ini masa reses. Semoga secepatnya," ucap Syaiful Huda dihubungi Kompas.com, Kamis (23/7/2020) sore.
Baca juga: Seleksi Ketat, Ini Tanggapan PGRI dan Ormas di Program Organisasi Penggerak
Selain itu, kata dia, memasukkan Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation ke dalam daftar penerima hibah dari Kemendikbud merupakan langkah yang tidak etis.
Sebab, menurut Huda, dua lembaga itu terafiliasi dengan korporasi dinilai tidak membutuhkan hibah dari APBN
"Saya Kira karena Tanoto dan Sampoerna posisinya kita tahu semuanya bahwa lembaga ini berafiliasi penuh dengan korporasi. Saya kira tidak pada posisi dibantu hibah melalui dana APBN," kata dia.
Menurut Huda, selama ini Komisi X mengetahui program POP ini dibiayai oleh negara melalui APBN.
Baca juga: Muhammadiyah-NU Mundur dari Organisasi Penggerak, Kemendikbud Beri Respons
Oleh karena itu, Komisi X butuh penjelasan dari Mendikbud terkait polemik tersebut.
"Dari berbagai raker dengan Mas Nadiem, POP ini kan sepenuhnya dibiayai oleh APBN. Nah tadi pagi yang saya dengar ada skema baru selain APBN, yaitu mandiri, dana pendampingan," kata Huda.
"Nah ini dua skema baru yang kami belum tahu, setahu kami semua dokumen yang ada di Komisi X, POP itu skemanya full dari APBN, menelan biaya kurang lebih Rp 600 miliar," ucap Syaiful Huda.
Baca juga: Ramai Program Organisasi Penggerak, Kemendikbud Jelaskan Skema Pembiayaan Mandiri