Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/07/2020, 19:54 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini meminta supaya revisi Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 memuat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai aturan pemilihan presiden dengan peserta 2 pasangan calon (paslon).

Menurut Titi, tidak diakomodasinya Putusan MK Nomor 50 Tahun 2014 dalam UU Pemilu menjadi salah satu penyebab munculnya Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 44 Tahun 2019 mengenai aturan pilpres 2 paslon.

"Pembuat UU yang saat ini sedang membahas RUU Pemilu harus merangkum secara menyeluruh berbagai Putusan MK yang terkait dengan UU Kepemiluan, untuk selanjutnya subtansi yang sudah diputus MK harus diakomodir dalam UU Pemilu," kata Titi kepada Kompas.com, Kamis (9/7/2020).

Baca juga: Gugat UU Pemilu di MK, Perludem Tak Minta Ambang Batas Parlemen Dihilangkan

Titi mengatakan, dalam Putusan 50/2014, MK membuat penegasan tentang aturan pilpres dengan peserta 2 paslon.

Putusan ini merupakan hasil dari pengujian Pasal 159 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Adapun bunyi Pasal 159 Ayat (1) tersebut diadopsi dari Pasal 6A Ayat 3 UUD 1945.

Dalam putusannya, MK menyebutkan bahwa ketentuan pemenang pilpres dalam Pasal 159 Ayat (1) hanya berlaku jika peserta pilpres lebih dari 2 paslon.

Sehingga, dalam situasi pilpres hanya diikuti 2 paslon, yang ditetapkan sebagai paslon terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak. Oleh karenanya, tidak ada pilpres putaran kedua.

"Sayangnya, ini yang mengakibatkan wujud problematika kepastian hukum pemilu. Jadi kenapa peristiwa ini (Putusan MA 44/2019) muncul, karena ternyata di dalam pembentukan UU Nomor 7 Tahun 2017 ternyata Putusan MK itu tidak dimasukkan," ujar Tit.

Oleh karena tidak dimasukannya putusan MK dalam UU Pemilu, kata Titi, muncul ambiguitas dan kekacauan dalam praktik penyelenggaraan pemilu.

Titi menyebut, tidak diakomodasinya Putusan MK 50/2014 dalam UU Pemilu disebabkan karena pembentukan UU tersebut sangat tergesa-gesa dan dekat dengan dimulainya tahapan Pemilu 2019.

Baca juga: Putusan MA Dinilai Tak Pengaruhi Legitimasi Jokowi

UU Nomor 7 Tahun 2017 hanya dibahas selama 7 bulan. Padahal, UU tersebut merupakan penggabungan dari 3 UU, yakni UU tentang Pemilu Legislatif, UU Pemilu Presiden dan UU Penyelenggara Pemilu.

"Apa yang terjadi hari ini adalah wujud problematika ketidakpastian hukum pemilu akibat pembentukan UU Pemilu tidak komprehensif," ujar Titi.

Oleh karena itu, Titi mendorong supaya para pembuat undang-undang memperhatikan seluruh putusan MK terkait pemilu dalam proses revisi UU 7/2017.

"Penyusunan RUU Pemilu harus dilakukan dengan holistik dalam merangkum berbagai Putusan MK," kata Titi.

Adapun Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 3 Ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

RUU DKJ Sepakat Dibawa ke Sidang Paripurna DPR, Mendagri Ucapkan Terima Kasih

Nasional
Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perushaan Lain yang Tengah Dibidik

Dugaan Korupsi di LPEI: Kerugian Ditaksir Rp 2,5 Triliun, Ada 6 Perushaan Lain yang Tengah Dibidik

Nasional
Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Empat Anggota DPRD Kota Bandung Dicecar Soal Dugaan Titipan Proyek

Nasional
Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Ramai Unjuk Rasa Jelang Penetapan Hasil Pemilu, Ini Kata KPU

Nasional
Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

Dukungan ke Airlangga Mengalir saat Muncul Isu Jokowi Diusulkan jadi Ketum Golkar

Nasional
Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Dibangun September Tahun Ini

Sempat Mandek, Tol Gilimanuk-Mengwi Mulai Dibangun September Tahun Ini

Nasional
KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif 'Fee Proyek' yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

KPK Cecar Eks Wali Kota Bandung Soal Tarif "Fee Proyek" yang Biasa Dipatok ke Pengusaha

Nasional
Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Netralitas Jokowi Disorot di Forum HAM PBB, Dibela Kubu Prabowo, Dikritik Kubu Anies dan Ganjar

Nasional
Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Penggelembungan Suara PSI 2 Kali Dibahas di Rekapitulasi Nasional KPU, Ditemukan Lonjakan 38 Persen

Nasional
Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Eks Wali Kota Banjar Cicil Bayar Uang Pengganti Rp 958 Juta dari Rp 10,2 M

Nasional
RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

RI Tak Jawab Pertanyaan Soal Netralitas Jokowi di Sidang PBB, Kemenlu: Tidak Sempat

Nasional
Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Spanduk Seorang Ibu di Sumut Dirampas di Hadapan Jokowi, Istana Buka Suara

Nasional
Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Jokowi dan Gibran Diisukan Masuk Golkar, Hasto Singgung Ada Jurang dengan PDI-P

Nasional
Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Nasional
Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com