JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membeberkan kronologi upaya membawa pulang buron pembobolan BNI Maria Pauline Lumowa ke Indonesia.
Titik terang membawa pulang Maria muncul ketika Maria ditangkap Interpol di Bandara Internasional Nikola Tesla, Beograd, 16 Juli 2019.
"Setelah tertangkapnya, kita turut merespons pemberitahuan dari Pemerintah Serbia, Interpol Serbia," kata Yasonna dalam konferensi pers dikutip dari siaran Kompas TV, Kamis (9/7/2020).
Informasi penangkapan Maria itu kemudian ditindaklanjuti dengan surat permintaan percepatan ekstradisi yang dikirim oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham pada 31 Juli 2019 dan 3 September 2019.
Baca juga: Tiba di Bandara, Buron 17 Tahun Maria Pauline Lumowa Jalani Rapid Test
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga melakukan lobi tingkat tinggi dengan Pemerintah Serbia.
Ia menyebutkan, staf Kemenkumham dan Divisi Hubungan Internasional dikirim ke Serbia untuk melakukan negosiasi.
"Saya melaporkannya kepada Presiden melalui Pak Mensesneg bahwa diperlukan langkah-langkah high diplomacy. Karena kalau kita lewat tanggal 16 (Juli 2019), masa penahanannya (Maria) akan berakhir dan mau tidak mau harus dibebaskan," kata Yasonna.
Akhirnya, Maria pun diserahkan kepada Pemerintah Indonesia pada Rabu (8/7/2020) sore melalui Ditjen AHU selaku otoritas pusat Indonesia.
"Ditjen AHU menandatangani penerimaannya, kemudian kita serahkan ke Bareskrim dan beliau dibawa ke pesawat dalam keadaan tangan diborgol," ujar Yasonna.
Baca juga: Mahfud MD: Maria Pauline Tunjuk Kuasa Hukum dari Kedubes Belanda
Yasonna menuturkan, selama perjalanan di udara, Maria yang tangannya dalam kondisi terikat selalu diapit personel Bareskrim.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan